SOLOPOS.COM - Seorang ibu menunggui putrinya yang mengidap demam berdarah dengue (DBD) di RSUD dr. Iskak, Tulungagung, Jumat (15/1/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Destyan Sujarwoko)

Demam berdarah Kulonprogo kembali dirasakan pada awal tahun ini.

Harianjogja.com, KULONPROGO-Setelah sempat lega dengan nihilnya kasus kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) di tahun 2015 lalu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kulonprogo langsung meningkatkan kesiagaan pada awal tahun ini. Hingga pertengahan Januari 2016, sebanyak 15 kasus DBD telah terjadi dan satu korban dinyatakan meninggal dunia.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kulonprogo, Baning Rahayujati mengatakan, pola peningkatan kasus DBD di Kulonprogo berbeda dibanding daerah lain. Berdasarkan pencermatan data sejak 1998, Kulonprogo cenderung harus mewaspadai siklus enam tahunan. Setelah tahun 2010 lalu yang diwarnai 472 kasus, puncak siklus enam tahunan berikutnya diperkirakan terjadi tahun 2016 ini.

“Awal tahun ini sudah ada satu korban asal Lendah yang meninggal dunia,” ungkap Baning, Kamis (21/1/2016).

Baning menjelaskan, peningkatan kasus DBD memang sering terjadi di awal tahun, terlebih saat peralihan musim. Cuaca tidak menentu sebagai dampak el nino juga dianggap akan memberikan angin segar bagi penyebaran DBD dan penyakit menular lain. Sebagai langkah antisipasi, upaya pengasapan atau fogging telah dilakukan lima kali selama tiga pekan terakhir di wilayah kecamatan Lendah, Pengasih, dan Sentolo.

Meski demikian, Baning menegaskan jika fogging bukan cara paling efektif untuk menekan populasi nyamuk aedes aegypty. Upaya itu hanya mampu memutus mata rantai penularan penyakit secara sementara. Metode yang paling disarankan tetap gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
“Terapkan PSN plus yang bisa dimodifikasi sendiri. Misalnya menanam lavender yang baunya tidak disukai nyamuk di sekitar rumah,” kata Baning menerangkan.

Baning menambahkan, penanggulangan peningkatan kasus di awal tahun sering terkendala anggaran. Masyarakat butuh kepastian tindakan cepat tapi dana kegiatan tidak bisa langsung dicairkan sehingga Dinkes Kulonprogo perlu mencari dana talangan. Dia kemudian mengaku lega karena biaya lima fogging yang telah dilakukan bakal ditanggung Dinas Kesehatan DIY.

Kebutuhan fogging per tahun rata-rata mencapai 20 kali. Namun, alokasi fogging pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kulonprogo 2016 hanya 15 kali. Jika mendesak dibutuhkan, Dinkes Kulonprogo berniat mengajukan alokasi tambahan pada APBD perubahan.

Sementara itu, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kulonprogo, Muridna mendorong Pemkab Kulonprogo terus meningkatkan kesiapsiagaan mengantisipasi lonjakan kasus DBD pada siklus enam tahunan. Dewan juga mendukung peningkatan anggaran kegiatan pencegahan dan penanganan penyakit menular, termasuk fogging.

“Jika perlu ditambah, nanti bisa diupayakan melalui APBD perubahan,” ujar Muridna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya