Jogja
Sabtu, 8 Agustus 2015 - 16:20 WIB

DEMAM BERDARAH SLEMAN : Daerah Kekeringan Lebih Rawan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Fogging putus siklus Aedes aegypti di Kediri, Rabu (4/2/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rudi Mulya)

Demam Berdarah Sleman untuk daerah yang alami kekeringan patut diwaspadai.

Harianjogja.com, SLEMAN – Demam Berdarah (DB) tidak hanya menyerang daerah yang mengandung unsur kelembapan tinggi. Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman menyoroti wilayah terdampak kekeringan dinilai rawan terjangkit penyakit yang disebabkan nyamuk aides aegepty itu.

Advertisement

Kepala Dinkes Sleman Mafilindati Nuraini menjelaskan, wilayah terdampak kemarau seperti Prambanan, termasuk rawan DB lantaran tandon atau bak penampungaan air biasanya jarang dikuras. Karena air bersih yang dimiliki warga saat musim kemarau lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Faktor hemat air menjadi pertimbangan warga, daripada dibuang untuk menguras bak penampungan.

Tetapi, kata dia, tandon yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, biasanya berada di dalam rumah. “Kalau [tandon] yang di luar rumah sudah mengering karena sudah tidak ada air hujan yang ditampung. Tapi [tandon] yang di dalam terus digunakan sehingga berpotensi jadi sarang,” ungkap dia di ruang kerjanya, Jumat (7/8/2015).

Oleh karena, itu pihaknya meminta kepada warga terdampak kekeringan tetap memperhatikan aspek kebersihan dan kesehatan. Caranya, dengan mengusahakan gerakan 3M, untuk menutup bak penampungan air, mengurasnya dan mengubur barang bekas seperti kaleng.

Advertisement

Ia mengatakan, angka bebas jentik nyamuk di Sleman masih belum aman. Dari standar aman 95%, angka bebas jentik di Sleman belum mencapai 90%. Meski demikian, angka bebas jentik yang tinggi belum tentu kasus DB-nya rendah. “Bisa jadi digigitnya [nyamuk] tidak di rumah tapi di daerah lain,” kata Linda.

Ketika ditemukan kasus DB, pihaknya selalu melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) untuk mengetahui sumber gigitan nyamuk. Pada musim kemarau seperti ini, lanjutnya, kasus DB bisa tetap terus terjadi. Berdasarkan grafik Dinkes Sleman, kasus tertinggi pada Bulan Mei 2015 tersebar di Puskesmas Kalasan, Puskesmas Godean 1 dan 2, Puskesmas Depok 1, dan Mlati 1.

Kepala Puskesmas Kalasan Khamidah Yuliati menambahkan, ia tidak bisa membandingkan kasus DB dengan puskesmas di kecamatan lain. Akantetapi dengan data yang dikeluarkan Dinkes bahwa Puskesmas Kalasan menempati urutan lima tertinggi, ia tak menampik, mengingat di Kalasan selalu ditemukan kasus DB setiap bulan.

Advertisement

“Tiap bulan kalau dua [pasien] ya masuk,” ungkapnya. Upaya terus dilakukan agar menekan angka kasus DB. Mulai dari sosialisasi gerakan 3M hingga membentuk juru pemantau jentik (jumantik). Pelaku Jumantik di Kalasan tak hanya orang tua tapi juga melibatkan anak-anak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif