Demam berdarah Sleman masih di awal tahun ini.
Harianjogja.com, SLEMAN – Masyarakat harus mewaspadai penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan nyamuk Aides Aegypti. Bulan Januari tahun ini saja, tercatat 12 warga terjangkit penyakit tersebut.
Baca Juga : DEMAM BERDARAH SLEMAN : Januari, 12 Warga Terjangkit DBD
Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Novita Krisnaen menjelaskan, ada beberapa faktor kenapa kasus DBD masih terjadi. Salah satu faktor yang menyebabkan penyebaran nyamuk penyebab DBD karena kebersihan lingkungan selama musim hujan tidak diperhatikan. Menurutnya, warga terkadang tidak membuang air yang tergenang dalam tandon. Padahal, tandon bahkan sampah yang menampung air hujan bisa menjadi tempat berkembang biak nyamuk.
“Air harus segera dibuang agar nyamuk tidak bertelur. Kami sudah sering kali mengingatkan ke warga untuk terus menjaga kebersihan lingkungan. Upaya pencegahannya bisa dilakukan dengan 3M +,’’ ujarnya, Rabu (25/1/2017)
Dia menjelaskan, karakter nyamuk aedes aegypti berbeda dari nyamuk lainnya. Proses berkembang biak nyamuk ini justru pada air jernih, sementara nyamuk lainnya yang memilih berkembang di air keruh. Nyamuk DBD, lanjutnya, dapat dengan mudah berkembang biak di wilayah padat penduduk.
“Kami berharap warga secara sadar menguras penampungan air dan membersihkan secara berkala. Selama musim hujan seperti ini, jangan lupa untuk menutup bak-bak penampungan air agar tidak menjadi tempat bertelur,” katanya.
Selain masalah DBD, Novi juga menghimbau masyarakat untuk mengantisipasi penyakit leptospirosis. Pasalnya pnyakit yang disebabkan air seni tikus tersebut tergolong berbahaya. Langkah antisipasi tentunya sadar akan kebersihan lingkungan. “Air yang tergenang bisa tercemar air seni tikus. Orang bisa terjangkit leptospirpsis lewat luka terbuka yang terkena air seni. Untuk saat ini belum ada kasus tetapi perlu waspada terutama saat terjadi banjir,” jelasnya.
Sekadar diketahui, selama 2014 terjadi 538 kasus DB dengan kematian empat orang sedangkan pada 2015 terjadi kasus DBD 520 kasus dengan kematian sembilan orang. Meski terjadi peningkatan kasus pada 2016 lalu (880 kasus dengan sembilan kematian) namun Dinkes tidak menetapkan DB sebagai kejadian luar biasa. Kesembilan pasien yang meninggal akibat DBD hampir seluruhnya tinggal di kawasan padat penduduk seperti Depok, Kalasan, Godean, Gamping dan Mlati.