SOLOPOS.COM - Bendungan yang menjadi hulu Selokan Mataram. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Selokan Mataram yang membentang sepanjang 30 kilometer dan menghubungkan Sungai Progo dan Opak menjadi penopang irigasi sawah di kawasan Yogyakarta.

Selokan Mataram ini mengairi 15.734 hektare persawahan di Yogyakarta. Saluran irigasi ini berhulu di Sungai Progo tepatnya di Bendungan Karang Talun, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Sedangkan hilirnya adalah Tempuran, Sungai Opak, Randugunting, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Bendungan Karang Talun setinggi 20 meter ini letaknya di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta, di antara Magelang dan Kabupaten Kulonprogo.

Bendungan buatan 1909 itu menjadi pertemuan dua saluran irigasi. Selain selokan Mataram ada juga saluran Van der Wijck sepanjang 17 km. Van der Wijck dikenal juga sebagai selokan Mataram II, karena sumber airnya sama, Sungai Progo.

Selain mengairi sawah, selokan ini punya berberapa fakta unik dan menarik. Berikut ini deretan fakta-fakta menarik tentang Selokan Mataram sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go.id, Sabtu (27/8/2022).

Terowongan Air Nyaris 1 Km

Menurut peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Fajar Sulistyo dalam “Selokan Mataram, Dalam Cerita dan Fakta” ada hal unik di hulu Selokan Mataram yaituadanya terowongan air sepanjang 979 meter, atau berjarak 200 meter dari tepian Sungai Progo.

Baca Juga: Selokan Mataram Bakal Jadi Lokasi Awal Pembangunan Tol Jogja-Bawen

Aliran Selokan Mataram melintasi bawah permukaan tanah Desa Bligo, mulai dari Bligo Nggagan menuju Bligo Krajan.

Terdapat pintu keluar air di Krajan dan memanjang sekira 300 meter sebelum bersua bendungan Karang Talun untuk bergabung dengan banyu dari irigasi Van der Wijck.

Membelah Kota Pelajar

Selokan Mataram ini melintasi ujung barat Sleman hingga paling timurnya. Semakin ke hulu, selokan kian lebar, antara 2 meter-6 meter dan mampu mengairi 15.734 hektare persawahan di sepanjang alirannya.

Di wilayah barat, aliran air di selokan itu mampu mengairi Kecamatan Moyudan, Minggir, Seyegan, Mlati. Di utara, kecuali Kecamatan Tempel, Pakem, Turi, dan Ngaglik.

Di bagian selatan, air Selokan Mataram menghidupkan persawahan Kabupaten Bantul dan sekitarnya serta daerah Prambanan, Kalasan, di wilayah timur. Alirannya juga ikut membelah kawasan kampus UGM di Buluksumur.

Termasuk Cagar Budaya

Selokan Mataram ini sarat nilai sejarah dan itu membuatnya ditetapkan sebagai cagar budaya. Semua itu tak lepas dari peran mendiang Sultan Hamengkubuwono IX, Raja Keraton Yogyakarta yang dilantik pada 18 Maret 1940.

Baca Juga: Tol Jogja-Bawen Dibangun di Atas Selokan Mataram, Panjang Capai 4,2 Km

Guru Besar Teknik Sipil UGM Budi Santosa Wignyosukarto dalam sebuah diskusi terkait saluran legendaris itu, beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa Sultan resah dengan masuknya Jepang ke wilayahnya pada 1942.

Itu lantaran bangsa penjajah tersebut sedang menjalankan program kerja paksa atau romusha di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sultan kemudian mengajukan usul mengerahkan ribuan rakyatnya untuk membangun Selokan Mataram.

Selokan ini sebetulnya sudah ada sejak 1588 kendati bentuknya hanya berupa parit pertahanan dan tidak sepanjang sekarang ini dan dialiri air.

Inspirasi Sunan Kalijaga

Selokan Mataram. (Abdul Hamid Razak/JIBI/Harian Jogja)
Selokan Mataram. (Abdul Hamid Razak/JIBI/Harian Jogja)

Pembangunan Selokan Mataram di era Sultan HB IX ini terinspirasi Sunan Kalijaga yang menyatakan Yogyakarta akan subur dan rakyatnya sejahtera jika aliran Progo dan Opak bisa bersatu.

Sebelumnya, Raja Joyoboyo dari Kerajaan Kediri yang berkuasa pada 1135-1159 pernah meramalkan, penyatuan dua sungai di tanah Mataram akan memberikan kemakmuran pada rakyatnya. Hal itu diungkapkan Suherman dalam Selokan Mataram dalam Perspektif Sejarah Lokal yang terbit pada 2018.

“Kehadiran saluran irigasi tersebut sangat diperlukan untuk menyuburkan wilayah Yogyakarta yang kekeringan saat itu di mana rakyatnya hanya bisa makan gaplek dan bertanam singkong. Padahal, usulan itu hanya cara Sultan mencegah Jepang menjadikan ribuan rakyatnya sebagai peserta romusha.”

Disebut Kanal Yoshihiro

Bila orang Indonesia menyebutnya dengan nama Selokan Mataram, Jepang yang kala itu berkuasa di Indonesia menamainya dengan Kanal Yoshihiro. Ini mengacu kepada nama jenderal perang Shimazu Yoshihiro (1535-1619).

Baca Juga: Uang Ganti Rugi Proyek Tol Jogja-Solo Cair, Ratusan Warga Sleman Kaya Mendadak

Ia dikenal karena memimpin 300 pasukannya mengalahkan 3.000 pasukan musuh pada Perang Kizakihira di Kyushu, 1572 lampau.

“Selain berhasil mencegah rakyatnya terjerat romusha, Sultan Hamengkubuwono IX juga menjadikan daerahnya lebih subur karena adanya Selokan Mataram ini,” ujar Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya