SOLOPOS.COM - Wisatawan makan salak. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Wisatawan makan salak. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Siapa tak kenal salak pondoh? Bagi penyuka wisata di alam terbuka, barangkali Anda patut mencoba ke Dusun Kelor, Bangunkerto, Turi, Sleman. Di dusun itu, wisatawan bisa memilih untuk menginap di homestay, menggelar outbond, berkemah, hingga memanen salak langsung dari kebun. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Joko Nugroho.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Wisata murah meriah dan bagi penyuka salak pondoh, dijamin puas. Inilah yang coba disuguhkan Desa Wisata Kelor di Dusun Kelor, Bangunkerto, Turi, Sleman. Hanya dengan Rp7.000 per kepala, wisatawan bisa memetik salak dan langsung dimakan di kebun sepuasnya. Tapi ingat, tak boleh membawa salak keluar dari kebun di keranjang atau tas plastik. Harus habis di kebun.

Selain memetik dan makan salak salak sepuasnya langsung di kebun, wisatawan juga akan memperoleh ilmu cara menanam salak yang akan dijelaskan oleh pemandu selama mereka beragrowisata di kebun. “Jadi bukan hanya makannya yang dipuaskan, tapi juga kami bagi ilmu seputar menanam salak. Di dusun kami juga ada banyak tempat-tempat menarik yang bisa menambah pengetahuan bagi pengunjung,” jelas Koordinator Desa Wisata Kelor Endro.

Endro menambahkan petik dan makan sepuasnya ini sebenarnya bisa lebih mahal dibandingkan dengan membeli secara kiloan di luar. Sebab harga pasaran salak pondoh kini hanya berkisar Rp3.000 per kilogramnya. Dan jika memetik sendiri di kebun salah satu petani di dusun ini, dijamin pengunjung tidak akan makan lebih dari dua kilogram.

Namun, sensasi makan langsung di kebun tentu menjadi nilai plus.  Buah akan terasa lebih segar karena belum sempat tersimpan.
Desa Wisata Kelor juga menyimpan sejumlah peninggalan sejarah, yakni Rumah Joglo. Menurut Endro Rumah Joglo yang didirikan pada 1835 ini merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Pada saat terjadi clash II (Agresi Militer Belanda ke-II) di Jogja, Joglo tersebut menjadi markas besar tentara pelajar (TP) seluruh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah pimpinan Kapten Martono (Menteri Transmigrasi masa pemerintahan presiden Soeharto). Di Joglo itulah musyawarah membahas masalah kenegaraan dan menyusun strategi melawan Belanda dilakukan.

Selain Rumah Joglo yang berbau perjuangan, masih ada pula Joglo Kelor yang merupakan joglo terbaik se-Kabupaten Sleman. Bagian-bagiannya lebih lengkap dan masih asli. “Dan halamannya masih sangat luas. Ini kekhasan rumah joglo zaman dulu,” jelas Endro.

Salah satu penduduk Dusun Kelor, Haryanto mengatakan masih banyak wahana wisata yang disuguhkan di Desa Wisata Kelor. Salah satunya jelajah Sungai Bedhog, anak sungai yang alurnya tampak terbentuk dari letusan Gunung Merapi.
“Masih ada kolam ikan milik pemuda dan penduduk. Wisatawan dapat memancing, menjaring ikan atau mengeksplorasi lumpur dengan cara ngesat blumbang (menguras kolam). Ada ikan  nila, tawes, gurameh, hingga bawal,” jelas Haryanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya