SOLOPOS.COM - RUMAH BEKAS KANDANG: Tuji memperbaiki elektronik di rumahnya yang merupakan bekas kandang di RT 11 RW 4 Dusun Klajuran Desa Tanjungharjo Nanggulan, Selasa (5/6). (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

RUMAH BEKAS KANDANG—Tuji memperbaiki perangkat elektronik di rumahnya yang merupakan bekas kandang ayam di RT 11 RW 4 Dusun Klajuran Desa Tanjungharjo Nanggulan, Selasa (5/6). (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Melihat bangunan itu dari luar, semua orang akan menyebutnya kandang. Dindingnya berupa batang bambu berjajar jarang-jarang, yang di bagian dalam dilapisi plastik mulsa, plastik berwarna hitam yang biasa digunakan untuk penutup bedeng di sawah.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Tutup plastik itu tak lagi utuh, tetapi banyak bagian telah robek. ‘Pagar’ itu juga tidak menutup sempurna, tetapi hanya setinggi dua meter. Selebihnya hingga atap, ada lubang menganga tanpa tutup. Di sudut bangunan itu, terdapat bagian yang tertutup dinding kayu, berukuran dua meter kali dua meter. Sebuah pintu yang juga terbuat batang bambu, berada di samping dinding kayu.

“Silakan masuk saja, tidak dikunci, karena memang tidak bisa dikunci,” ungkap Tuji, 37, pemilik bangunan itu, ketika Harian Jogja mengunjunginya di RT 11 RW 4 Dusun Klajuran Desa Tanjungharjo Nanggulan, Selasa (5/6).

Masuk ke dalamnya, bagi orang yang belum pernah, pasti akan membelalakkan mata tidak percaya. Di dalam bangunan ‘kandang’ itu terdapat berbagai alat rumah tangga. Tidak ada dinding penyekat kecuali ruangan kayu, sehingga semua barang bercampur dalam satu ruangan.

Sehelai tikar terhampar di sudut, di samping sebuah amben (ranjang kayu). Di sekitarnya, terdapat berbagai peralatan elektronik usang. Di sudut lain terdapat meja dengan sejumlah peralatan makan di atasnya. Satu sudut yang tersisa, tampak sebuah tungku dengan abu di dalamnya, menandakan baru saja ada kegiatan memasak di sana.

Adapun di bagian tengah, terdapat sebuah mesin jahit. “Ini mesin jahit dipinjami tetangga. Sekarang isteri saya bisa sambil menjahit kerajinan kain kalau sedang tidak ada pekerjaan,” ujar Tuji.

Di bangunan itulah, Tuji tinggal bersama istrinya, Asri, 34, dan empat anak mereka, yakni Nur Fitri yang duduk di bangku SMK, Anisa Muna (SMP), Nur Fitri (SD) dan Dwita Anisafa yang masih balita. Di malam hari, anak-anaknya tidur di dalam ruangan bedinding kayu, sementara Tuji dan isterinya mengalah dan tidur di atas tikar ruangan besar, berdampingan dengan tungku.

Tuji menuturkan, bangunan itu adalah bekas kandang ayam milik saudaranya. Sudah 17 tahun ia tinggal di sana, karena tidak punya rumah. Ia juga tidak memiliki pekarangan sehingga tidak tahu harus tinggal di mana. Untuk memperbaiki bangunan itu agar layak disebut rumah, ia pun tidak mampu.

Penghasilannya sebagai buruh serabutan, tidak menentu setiap harinya. Ia tidak pernah menyebut besarnya ongkos dari setiap jasanya. “Berapapun yang diberikan orang, saya terima sebagai rejeki,” ujarnya.

Padahal, ia harus menyekolahkan empat anaknya. Beruntung, ia memiliki keahlian di bidang elektronik sehingga terkadang ada tetangganya yang meminta bantuan memperbaiki alat elektronik di rumahnya. Adapun sang isteri, membantunya dengan membuat berbagai kerajinan yang disetor ke pengusaha kerajinan tetangga mereka.

Ketua LSM Gerbang Desa, Ariawan Arditama mengungkapkan warga setempat setempat kesulitan membantu mendirikan rumah untuk Tuji dan keluarganya, karena mereka tidak memiliki pekarangan. “Bantuan rumah itu harus didirikan di pekarangan milik yang bersangkutan, tapi Tuji tidak punya pekarangan,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya