SOLOPOS.COM - BUTUH BANTUAN—Dias dalam gendongan ayahnya (HARIAN JOGJA/DINDA LEO LISTY)

BUTUH BANTUAN—Dias dalam gendongan ayahnya (HARIAN JOGJA/DINDA LEO LISTY)

Tengkurap di atas balai bambu beralaskan kain selimut, Dias Juliza Arifin, bayi laki-laki usia 6,5 bulan asal Dusun Jetakan RT 5 Sumberagung, Jetis itu tampak seperti bayi normal. Namun, saat baju tipisnya tersingkap, menyembul sebuah kantong colostomy dari perut sebelah kanannya.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

“Sejak lahir, kantong ini tidak pernah lepas dari perutnya,” kata Zainal Arifin, 28, ayah si bayi malang itu saat ditemui di rumahnya, Selasa (14/2).

Selain mengidap kelainan anus buntu (Atresia Ani), anak pertama dari pasangan Zainal dan Yuliani, 26, itu juga menderita jantung bocor sejak dilahirkan.

Zainal mengenangkan, saat dilahirkan di RS Panembahan Senopati (RSPS) Bantul pada 31 Juli 2011 silam, perut Dias tampak kembung. Dua hari berselang, Dias segera dirujuk ke RSUP DR Sardjito Jogja untuk menjalani oprasi pembuatan saluran pengeluaran di perutnya.

Selain menderita Atresia Ani alias pembentukan anus yang tidak sempurna, Dias juga diketahui mengidap jantung bocor saat menjalani opname di RSUP DR Sardjito Jogja selama 14 hari. “Inilah cobaan terberat sepanjang hidup saya,” ujar Zainal.

Beruntungnya, biaya operasi pembuatan saluran pembuangan senilai Rp13 juta itu ditanggung pemerintah melalui program Jaminan Persalinan (Jampersal). “Sedangkan untuk operasi jantung bocor, baru bisa dilakukan kalau usianya sudah menginjak enam tahun,” imbuh Yuliani.

Selama menunggu usianya genap enam tahun, Dias harus rutin menjalani check up tiap satu bulan sekali. Selain itu, tiap tiga bulan, Dias juga harus menjalani rontgen untuk memantau kondisi  jantung bocornya. Berbekal kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang baru diperolehnya pada Januari 2011 lalu, Yuliani mengaku cukup tertolong.

Namun demikian, untuk biaya perawatan sehari-hari, pasangan suami istri yang menikah sejak 23 November 2010 itu mengaku kelabakan. Pasalnya, selama ini Zainal tidak bisa lagi bekerja seperti semula lantaran harus ikut merawat anak semata wayangnya.

“Kalau sering membolos kerja karena hendak mengantarkan anak check up, bisa dianggap tidak serius bekerja” ujar Zainal. Sebagai buruh lepas, penghasilannya tiap bulan hanya sekitar Rp600.000. Jumlah itu belum dipotong uang transport sekitar Rp100.000 tiap bulan. Sementara, tiap empat hari sekali, kantong colostomy di perut Dias harus diganti.

“Satu kantong Rp21.000. Belinya di Jogja. Kalaupun bisa kerja, gaji suami hanya habis untuk beli kantong dan keperluan lain,” papar Yuliani.

Kini, pasutri tersebut hanya bisa menanti uluran tangan  baik dari pemerintah maupun donatur untuk membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya. “Biar kami tetap bisa bekerja sembari merawat Diaz,” pungkas Yuliani. (Harian Jogja/Dinda Leo Listy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya