Jogja
Rabu, 5 Oktober 2011 - 14:48 WIB

Dua KK di Bantul minta pemutihan biaya rumah sakit

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BANTUL—Lantaran tak dapat melunasi biaya operasi anaknya, Alek Kuswanto, 33, warga Temuwuh, Dlingo, Bantul menjaminkan sertifikat tanahnya ke Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito. Sebelumnya hal serupa juga dilakukan pasangan suami istri, Surojo,38, dan Wiji Lestari,27, warga Ngentak Mangir, Wijirejo, Pandak, Bantul.

Karena takut rumah mereka dieksekusi ketika tak sanggup melunasi hingga batas waktu yang disepakati, mereka bersama-sama mengadu ke Dinas Sosial Bantul dengan didampingi Aliansi Rakyat Peduli Kesehatan, Rabu (5/10).

Advertisement

Mereka langsung ditemui Kepala Dinsos Bantul, Mahmudi dan Kepala Seksi Perlindungan dan Jaminan Sosial, Rahayu Martiningtyas. Mereka berharap sisa utang tersebut dapat diputihkan karena ketidakmampuan membayar.

“Batas waktu pembayaran hanya 10 bulan, terhitung anak saya keluar dari rumah sakit,” ujar Alek kepada Harian Jogja usai pertemuan.

Advertisement

“Batas waktu pembayaran hanya 10 bulan, terhitung anak saya keluar dari rumah sakit,” ujar Alek kepada Harian Jogja usai pertemuan.

Keputusan menjaminkan sertifikat tanah itu bermula ketika anaknya Ayu Eka Lusianingsih yang kini duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar menderita usus lengket yang merupakan efek samping dari operasi usus buntu yang pernah dilakukan di rumah sakit tersebut ketika Ayu masih TK.

Awalnya Ayu dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Jogja Wirosaban. Tapi pada 27 Agustus, Ayu dirujuk di RSUP Sardjito. Operasi kembali dilakukan. Alek mengatakan total biaya mencapai Rp45 juta.

Advertisement

Hingga akhirnya Ayu dinyatakan dapat pulang 13 September, Alek tak dapat melunasinya. Uang yang terkumpul dari bantuan kesehatan Pemkab Bantul, bantuan tetangga, iuran kampung dan lainnya belum juga dapat melunasi utangnya.

“Masih Rp28 juta. Ketika keluar dari rumah sakit, bagian keuangan minta jaminan apa yang bisa diberikan. Yang saya punya sertifikat tanah. Itupun sertifikat tanah orang tua saya,” katanya.

Belakangan kekhawatirannya memuncak karena dia mendegar kabar jika permasalahannya tersebut dilimpahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta. Info ini juga didengar oleh Surojo dan Wiji.

Advertisement

Kepala Dinsos Bantul Mahmudi berujar menanggapi permasalahan itu pada 29 September, Dinsos, Dinkes, beserta RSUD Panembahan Senopati telah mendatangi RSUP Sardjito untuk meminta kejelasan.

Dari hasil pertemuan itu, Mahmudi mengatakan pihak RSUP Sardjito memang telah melimpahkan kasus itu ke KPKNL karena lembaga itu yang berwenang menentukan batas kemampuan pasien untuk melunasi biaya perawatan.

“Kalau sertifikatnya masih di Sardjito. Jadi nanti KPKNL akan mendatangi rumah si pasien untuk menilai kemampuan ekonomi pasien. Sebab itu, pemutihan biaya itu bukan kewenangan Sardjito,”jelasnya.

Advertisement

Untuk menjernihkan permasalahan itu sebelum KPKNL mendatangi rumah, pihaknya akan mempertemukan pihak-pihak terkait. “Hanya saja belum ditemukan waktu yang sinkron. Kalau Sekda bisa, Sardjito belum tentu,”katanya.

Tidak hanya itu, Mahmudi mengatakan tengah mengusahakan Alek untuk mendapatkan bantuan kesehatan dari Jamkesos, kalau dari Bantul sudah tidak bisa karena pemberian bantuan sudah sesuai dengan batas maksimalnya.”Ini baru proses,” ujarnya.

Sementara untuk Surojo, Mahmudi sebelum pernah menjanjikan akan memberikan bantuan untuk modal usaha yang maksimal besarannya mencapai Rp1,5 juta. Tapi dia mengaku harus melihat ajuan proporsalnya dulu.

Tunggakan Surojo di Sardjito atas nama anaknya Ghathfaan Akmal yang menderita pendarahan otak sebesar Rp71,8 juta dari total Rp93 juta. Meski Akmal kini telah meninggal, Surojo yang seorang buruh harus melunasi kekurangan biaya perawatan itu.(Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif