SOLOPOS.COM - Ilustrasi antikorupsi (JIBI/Solopos/Antara/Dok.)

Dugaan korupsi prona terjadi di Gunungkidul. Kejari setidaknya menemukan 14 pos anggaran fiktif.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Dari proses penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonosari, jaksa penyidik menemukan sekitar 14 pos anggaran fiktif dalam kasus dugaan korupsi sertifikat Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) pada 2009-2013.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Kasus yang menyeret mantan Kepala Desa Sidorejo dengan inisial Skn. Serta Mdy selaku tersangka
lainnya, disebutkan telah menimbulkan kerugian masyarakat senilai Rp145 juta.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Wonosari, Sigit Kristiyanto menerangkan bentuk tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh tersangka ialah melakukan penarikan sejumlah dana kepada masyarakat
dalam pengurusan massal sertifikat Prona. Padahal pihak negara, dalam hal ini Badan Pertanahan
Negara telah menanggung dana tersebut.

Selain itu, dijumpai ada sekitar 14 pos anggaran yang penggunaannya tidak sesuai.

Dalam masa itu, lanjut Sigit, Skn bertindak sebagai penanggungjawab. Sedangkan Mdy selaku
bendahara.

“Sejauh ini baru dua orang ini yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun tidak menutup kemungkinan
ada keterangan baru yang kemudian mengindikasikan ada pihak lain yang melakukan tindak pidana
korupsi,” jelasnya.

Di samping itu, Sigit menyebut ada sekitar 50 saksi yang diperiksa dalam upaya pemberkasan.

“Hingga kini bagi kedua tersangka masih dalam proses penyidikan, kami ingin secepatnya kasus ini
dilimpahkan ke Pengadilan. Tapi kalau pekan ini, belum bisa,” pungkasnya, dijumpai di ruang kerja.

Terpisah, Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Gajah Mada, Hifdzil Alim menyayangkan tindak
pidana korupsi sudah masuk pada sektor yang hampir tidak dibayangkan dan sebarannya semakin
luas. Sehingga, kini masyarakat pada tingkat lokal harus semakin waspada.

“Desa memainkan peran yang signifikan dalam pemerintahan, apalagi, di tahun ini anggaran desa
akan ditingkatkan melalui dana desa. Segala yang berkaitan dengan dana desa itu juga harus diawasi
oleh masyarakat, korupsi cenderung ‘nunut’ pada proses teknis penggunaan dana desa,” paparnya,
kepada Harianjogja.com.

Ia mengimbau dalam pemilihan Kepala Desa di masa mendatang, masyarakat harus berani memilih
calon kepala desa yang berani bersumpah untuk tidak korupsi dalam menjalankan pemerintahan desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya