SOLOPOS.COM - Rubingin (JIBI/Harian Jogja/MG Noviarizal Fernandez)

Rubingin (JIBI/Harian Jogja/MG Noviarizal Fernandez)

Es tape namanya. Minuman ini dibuat dengan campuran tape dipadu seduhan air manis, minuman ini menyuguhkan kesegaran bagi penikmatnya.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Tangan Rubingin,61, begitu cekatan memindahkan campuran es tape dari wadah yang disimpan dalam gerobak ke gelas-gelas kecil yang kemudian disuguhkan kepada para pembeli yang sudah menunggu dengan haus, di tengah areal persawahan Bubegal, Panjatan, Jalan Brosot-Wates atau jamak disebut Pal 18.

“Tiga gelas bungkus,” seru salah seorang pria yang baru saja tiba, mengendarai sepeda motor yang penuh dengan jerami untuk pakan ternak. Tidak sampai tiga menit, tiga bungkus es tape yang ditempatkan dalam wadah plastik sudah berpindah tangan.

Setiap gelas es tape yang menyegarkan tersebut dilego dengan harga Rp1.000. “Dulu sewaktu jualan pertama harganya segelas satu ringgit atau Rp2,5,” ujar pria yang mulai berjualan di lokasi tersebut sejak 1976.

Ia mengisahkan, sebelum berjualan es tape di lokasi tersebut, warga Dusun 13, Sungapan, Tritorahayu, Galur tersebut sempat mencari nafkah di Kota Jogja. Di kota pelajar tersebut, Rubingin melakoni hidup sebagai penjaja es keliling dari 1969 hingga 1974. “Waktu itu saya bukan jualan es tape campur seperti sekarang, tapi es lilin,” ujarnya.

Keterampilan membuat es tape campur juga ia peroleh sewaktu bekerja di Jogja. “Dulu itu es tape jenis campur seperti ini banyak di Jogja. Dekat kantor pos besar itu banyak sekali, tapi sekarang malah hampir tidak ada.” kenangnya sembari terus bekerja melayani pembeli yang hilir-mudik silih berganti.

Setelah menikah, ia pun memutuskan untuk pulang kampung dan memilih untuk berkualan es tape di lokasi tersebut, hingga kini, setelah 36 tahun berselang. “Syukur, selama berjualan di sini, laris manis,” ungkapnya dengan wajah ceria.

Setiap hari ia mulai berjualan di lokasi tersebut dengan membawa sedikitnya 300 gelas es tape, sejak pukul 08.30 WIB hingga selesai. “Biasanya paling lama jam 14.00 WIB sudah pulang. Tapi kalau sudah habis jam 12.00 WIB, ya langsung pulang,” kata dia.

Matahari yang terik, bagi pria yang lahir tahun 1951 tersebut, mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Rasa gerah yang menyenangat membuat banyak orang ingin menikmati kesegaran es tape guna menghilangkan dahaga. “Kalau pas musim panen padi, lebih laris lagi karena banyak yang kerja di sawah, lalu pesan minum di sini,” lanjutna berapi-api.

Dari usaha berjualan es tape tersebut, Rubingin mengaku bisa membesarkan tiga orang putranya yang saat ini masing-masing telah berkeluarga. Bahkan hingga kini, dari usaha tersebut dia bisa menyekolahkan salah seorang cucunya hingga tingkat SMK dan saat ini tengah mengikuti Ujian Nasional (UN).

Karena sudah cukup lama berjualan di lokasi tersebut, Rubingin sudah memiliki banyak pelanggan tetap. Ada yang sering mampir menikmati es tape di lokasi jualannya, atau ada yang sekedar mampir, kemudian membeli dengan wadah bungkus plastik.

Rata-rata setiap pembeli yang datang menikmati es tape campur buatan Rubingin, minimal dua gelas. Kurang puas rasanya jika hanya menikmati satu gelas es tape tersebut.

Salah seorang pembeli, Eddy, warga Giripeni, Wates, mengatakan dia sering membeli es tape tersebut karena selain rasanya enak dan menyegarkan, jenis es tape campur seperti yang dijual Rubingin sudaha jarang ditemui. “Biasanya tape ketan dicampur air, gula dan es batu, tapi di sini tapenya tape singkong dan sudah dicampur dengan es sehingga rasanya beda,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya