SOLOPOS.COM - Warga berunjukrasa mendukung pembebasan Ervani Emy Handayani di Pengadilan Negeri Bantul, Senin (24/11/2014). Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, BANTUL—Menjadi saksi ahli, Henri Subianto, sebagai perumus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), menegaskan kasus Ervani Emi Handayani tidak layak dibawa ke pengadilan.

Hal itu diungkapkan Henri dalam sidang lanjutan Ervani di Pengadilan Negeri Bantul, Senin (1/12/2014), dalam perkara pencemaran nama baik melalui Facebook. Selain Henri yang kini menjadi staf ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika, saksi ahli yang hadir kemarin yakni Wisnubroto dari Universitas Atma Jaya dan Aprianus Salam dari Universitas Gadjah Mada.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Henri dalam kesaksiannya menegaskan Ervani tidak dapat dijerat dengan UU ITE sebab kata-kata yang ditulis di Facebook bukan termasuk kategori pencemaran nama baik. Tulisan itu hanya opini atau asumsi. Henri menjelaskan Pasal 27 UU ITE tidak mengatur norma hukum baru sehingga arti pencemaran nama baik yang dimaksud dalam pasal itu harus merujuk pada KUHP.

Sesuai KUHP, tidak ada unsur fitnah dan pemalsuan fakta dalam status Ervani yang menyinggung pelapor yaitu Dyah Sarastuti. Supervisor Toko Jogja Jolie Jewellery, tempat suami Ervani bekerja.

Padahal, kategori pencemaran nama baik harus mengandung unsur fitnah dan pemalsuan fakta.

“Seandainya saya sebut Anda bodoh atau lebay itu asumsi saya, bukan fitnah. Saya jauh-jauh ke Bantul untuk menjelaskan UU ITE bukan sesuatu yang menakutkan. [UU ITE] tidak dapat memasung kebebasan beropini,” ucap Henri.

Henri menceritakan pengalamannya menjadi saksi ahli bagi polisi dalam penyidikan pencemaran nama baik di berbagai daerah di Indonesia. Mayoritas perkara melibatkan UU ITE itu gagal masuk pengadilan karena tidak termasuk kategori pencemaran nama baik.

Saksi lainnya, ahli bahasa Aprianus Salam juga menganggap status Ervani bukan pencemaran nama baik. “Itu kritik [status Ervani dari sisi bahasa, tidak ada unsur pencemaran],” paparnya.

Ahli pidana cyber Aloysius Wisnubroto mengingatkan hukum yang mengatur dunia maya sejatinya bertujuan untuk mewujudkan keadilan substansial atau keadilan yang sebenarnya. Bila diterapkan secara berlebihan, justru mengancam keadilan substansial itu sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya