Jogja
Minggu, 1 Juli 2012 - 12:18 WIB

FASHION: Dewi Sinta dan Manik-manik Thailand dalam SBBI-JBBI

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Busana karya Satrio Joeli Wiyoto yang ditampilkan dalam penghargaan SBBI-JBBI beberapa waktu lalu (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Busana karya Satrio Joeli Wiyoto yang ditampilkan dalam penghargaan SBBI-JBBI beberapa waktu lalu (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Dewi Sinta bergaya modern ditampilkan dalam ajang penghargaan SBBI dan JIBBI di The Rich Hotel Jogja, pertengahan Juni lalu. Dewi Sinta mengenakan kebaya masa kini dengan paduan manik-manik Thailand karya desainer Satrio Joeli Wiyoto.

Advertisement

Dalam balutan tema Endless Love, Dewi Sinta yang diperankan penyanyi Sruti Respati dan enam model dari Danar Studio Jogja tampak menawan dengan gaun yang menjuntai.

Satrio mengatakan, sesuai temanya, karakter Dewi Sinta digambarkan anggun, dengan warna-warna cinta seperti pink, hijau seledri, cokelat muda. Sementara sebagai maskot, ditonjolkan warna putih yang dikenakan Sruti. Kebaya ini menggunakan bahan tile prancis ditambah aplikasi taffeta dan tysil. Sementara aksesoris memakai bros dan mahkota berbahan kulit domba yang diukir.

“Saya pingin menciptakan dewi sinta dengan kebaya sekarang, bukan dewi sinta dengan pakaian yang lama, ini adalah pemaknaan cinta tiada akhir, dulu kemben, sekarang pakai konsep kebaya,” jelas Satrio.

Advertisement

Untuk mempertegas dan memperindah dari kareakter dewi sinta, dihias payet India, manik-manik tailand, dicampur jadi satu supaya kesan dewi sinta itu muncul. “Manik-manik ini asli dari Thailand. Indonesia juga punya tapi dari batu-batuan. Ini dari kayu yang dicelup warna emas, merah, hijau,” lanjut pria kelahiran Karanganyar Jawa Tengah ini.

Kebaya-kebaya ini khusus dikerjakan untuk acara tahunan ini. Pengerjaannya delapan jam selama 20 hari oleh para pembatik di butiknya Owen’s Joe, Pondok Harapan Makmur, Mojolaban, Sukoharjo.

Satrio sengaja mengetengahkan batik Bekonang. Selain mengangkat batik daerahnya, kesempatan ini dijadikan ajang mengembalikan masa kejayaan batik Bekonang zaman dulu. Batik Bekonang, jelas Satrio, mempunyai sejarah panjang. Sebelum Kraton Surakarta hancur dan membangun kembali, Bekonang sudah memiliki perajin batik. “Sebutannya batik petani,” katanya.

Advertisement

Bekonang memiliki motif berbeda dengan Kraton. Pewarnaan dan stylenya pun berbeda, yakni pewarnaannya hitam dengan dasaran putih, bukan kuning. “Harapan saya, pengin mengembalikan masa kejayaan waktu dulu, sekitar tahun 1950-an, perajinnya sejak 1878 sudah ada, pada masa kemerdekaan RI sempat berkibar sampai pada masa 1950-an, lalu surut lagi. Baru tahun 2000-an kami angkat kembali,” terang lelaki berusia 43 tahun ini.

Batik Bekonang memiliki 280 motif, beberapa diantaranya yang ditampilkan dalam acara ini adalah motif klasik seperti wahyu tumurung dan wirasat klasik. Batik Bekonang dikenal satu warna, ada batik tulis dan cap, dengan pewarnaan alam maupun sintetis. “Kita perlu melestarikan batik Bekonang yang sebenarnya tidak kalah dengan batik-batik di tempat lain,” tukasnya.

Satrio sendiri memulai karier di bidang fashion pada 2001, namanya mulai moncer sejak ditetapkan sebagai finalis perancang busana para pemimpin negara KTT Asean di Bali pada 2003.

Advertisement
Kata Kunci : Busana Dewi Shinta Fashion
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif