Jogja
Minggu, 20 November 2016 - 21:20 WIB

Festival Sewu Kitiran Ketiga Digelar, Kincir Angin Dinilai Kurang Kreatif

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ratusan kincir angin dipasang dalam Festival Sewu Kitiran Dusun Sompok, Desa Sriharjo, Minggu (20/11/2016). (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Festival sewu kitiran yang digelar di Bantul dianggap kurang kreatif

Harianjogja.com, BANTUL -Kendati sudah digelar selama tiga kali acara tahunan Festival Sewu Kitiran dinilai pengunjung masih kurang menarik. Beberapa pengunjung setia festival itu mengaku pihak panitia gagal dalam menampilkan kreativitas kitiran.

Advertisement

Setiani, salah satu pengunjung asal Banguntapan menilai acara yang tahun ini digelar di Dusun Sompok, Desa Sriharjo, Minggu (20/11/2016) tersebut tak jauh beda dengan dua festival yang digelar 2014-2015 lalu.

Menurutnya, kincir angin sebagai ikon acara seharusnya bisa dikembangkan secara lebih kreatif. “Kebetulan, sejak awal saya selalu datang ke acara ini. La ini saya lihat kitirannya sama saja,” katanya.

Memang, dari pantauan di lokasi acara, selain jumlah kincir angin yang hanya ratusan, model kincir angin yang ditampilkan pun nyaris seragam. Padahal, beberapa dari kincir yang dipasang merupakan kincir yang dilombakan oleh panitia.

Advertisement

Diakui Pelaksana Harian Festival Sewu Kitiran Agni Zulkarnaen, kincir angin yang ditampilkan dalam acara tersebut memang masih seragam. Menurutnya, hal itu disebabkan dengan minimnya dana yang tersedia untuk memproduksi kincir angin yang jauh lebih beragam. “Itu saja, panitia yang membuatnya,” katanya.

Namun, ia membantah jika jumlah kincir angin yang ditampilkannya tahun ini sama dengan tahun sebelumnya. Ia menegaskan, jumlah kincir angin yang ia tampilkan tahun ini mencapai 300 buah.

Selain itu, tahun ini pihaknya pun menambah ragam acara untuk memperkaya festival tersebut. Diantaranya adalah dengan menampilkan beberapa performance, seperti Tari Kitiran, Ni Sompok, dan topeng jathilan.

Advertisement

“Kami juga mengadakan lomba mewarnai layang-layang untuk anak-anak, lomba kuliner tradisional untuk ibu-ibu. Jadi semua kalangan bisa aktif terlibat di event ini,” ucapnya.

Terpisah, konseptor acara Muslikh Mardiyant mengakui, festival itu digelar atas latar belakang pelestarian tradisi masyarakat Jawa. Mimpi besarnya, kitiran bisa menjadi sumber daya yang mampu menghasilkan listrik dari sinergi air dan angin.

Meski begitu, pria berkacamata ini sadar ia tak mampu sendirian mewujudkan mimpinya. Baginya, peran serta warga sekitar yang tak jemu memotong bambu dan membentuknya menjadi kitiran sangat diperlukan. “Tidak hanya melestarikan kitiran, ini bisa menjadi mata pencaharian warga karena kitiran dapat pula dibentuk sebagai cinderamata,” ucap Musklih.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif