Jogja
Rabu, 10 Agustus 2016 - 15:55 WIB

FULL DAY SCHOOL Tak Cocok Diterapkan Sekolah Pinggiran

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa baru bersalaman dengan gurunya di SDN Nogopuro Depok Sleman, Senin (18/7/206). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Full day school tidak cocok diterapkan di sekolah pinggiran

Harianjogja.com, SLEMAN– Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan Full Day School, ditanggapi pesimistis oleh sekolah-sekolah. Rencana tersebut dinilai tidak efektif, terutama bagi sekolah di wilayah pinggiran.

Advertisement

Guru Kelas VI SDN Rejodani, Sariharjo, Ngaglik, Eko Yulianto mengatakan, banyak persoalan yang akan dihadapi jika kebijakan tersebut diterapkan.

Terutama sekolah yang berada di daerah pinggiran seperti SDN Rejodani tersebut. Selain masalah infrastuktur dan sumber daya manusia, penerapan full day school juga terkendala aspek sosial, budaya bahkan ekonomi masyarakat.

Advertisement

Terutama sekolah yang berada di daerah pinggiran seperti SDN Rejodani tersebut. Selain masalah infrastuktur dan sumber daya manusia, penerapan full day school juga terkendala aspek sosial, budaya bahkan ekonomi masyarakat.

Dari infrastruktur, katanya, sarana dan prasarana sekolah di pinggiran belum memadai. Tidak ada lahan yang memadai untuk menyediakan fasilitas permainan bagi anak-anak. Untuk menambah luas lahan sekolah, juga tidak memungkinkan.

“Kalau mau nambah lahan, harus beli tanah warga. Itupun kalau warga mau menjualnya,” kata Eko saat ditemui di kantornya, Selasa (9/8/2016).

Advertisement

Pasalnya, saat ini saja guru-guru masih disibukkan dengan beban-beban laporan penggunaan dana BOS/BOSDA. Belum lagi guru harus menghadapi persoalan rumah tangga dan menjalani interaksi sosial.

“Kendala lain, sebagai makluk sosial, kalau ada seripahan/lelayu, guru akan menghadapi masalah. Guru juga anak dan keluarga, tidak bisa seharian juga di sekolah,” katanya.

Menurut Eko, aspek lain yang harus diperhatikan adalah psikologi anak. Anak yang masih berusia SD, secara psikologis dinilai belum siap jika seharian harus berada di dalam sekolah. Selayaknya, kata Eko, mereka mengenal lingkungannya.

Advertisement

“Selain cepat bosan, anak juga perlu berinteraksi dengan lingkungannya. Banyak hal yang tidak ditemukan di lingkungan sekolah. Itu juga perlu dipertimbangkan,” usul Eko.

Untuk itu, Eko berharap sebelum kebijakan tersebut diterapkan, Kementerian membuat sekolah percontohan lebih dulu.

“Kemudian hasilnya disosialisasikan. Kebijakan itu jangan langsung dipukul rata, karena tidak semua sekolah sarana dan prasarananya memadai. Terutama sekolah di pinggiran atau daerah pedalaman,” katanya.

Advertisement

Sementara itu Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Sleman juga memilih menunggu realisasi wacana tersebut. “Jika panduan pastinya sudah ada, kami baru bisa mengambil sikap. Saat ini belum bisa banyak komentar dulu” jelas Kepala Bidang (Kabid) Kurikulum dan Kesiswaan (Kursis) Disdikpora Sleman Ery Widaryana.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif