Jogja
Selasa, 24 Juni 2014 - 12:46 WIB

Gagal Tuntaskan Kasus Kekerasan Agama, Kompolnas Bisa Copot Kapolda

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

Harianjogja.com, JOGJA- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan ada yang salah dalam penyelesaian kasus kekerasan agama di DIY. Kapolda DIY dinilai tidak berani menuntaskan persoalan.

“Kami bisa rekomendasi kepada presiden dan Kapolri untuk mengganti Kapolda. Tetapi pencopotan Kapolda merupakan wacana yang masih jauh. Minimal Kompolnas merekomendasikan kapolda tak ragu menindak kasus kekerasan agama di DIY,” ujar Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala usai bertemu Gubernur DIY bersama Tim Kompolnas di Kantor Gubernur, Senin (23/6/2014).

Advertisement

Jika dihitung dari masa jabatan Brigjen Pol Haka Astana menjabat Kapolda sejak 2013, tercatat ada 17 kasus kekerasan agama yang tak terselesaikan. Namun secara total ada 25 kasus.

“Kasus dihitung selesai jika dibawa ke jaksa, tapi nyatanya banyak yang tidak selesai,” tuturnya.

Dalam pengungkapan kasus kekerasan, ia meminta agar kepolisian sensitif kepada korban. Warga yang menjadi korban seharusnya tidak lagi dikejar- kejar untuk mendatangkan saksi atau memperlihatkan siapa tersangkanya. Ia pun mendesak agar Polda DIY dapat menjelaskan kepada masyarakat ketika penyelidikan kasus kekerasan berkasnya gagal naik ke persidangan.

Advertisement

Mengenai pencegahan kasus kekerasan, Adrianus menilai kepolisian punya seribu cara mencegah dengan memberikan imbauan, seperti penurunan paksa baliho, bahkan penerjunan anggota intelejen. Kotbah yang dinilai menebar kebencian seperti yang berlangsung dalam Tabligh Akbar di Masjid Kauman Minggu awal Juni lalu dinilainya juga dapat dicegah.

GKR Hemas yang pada kesempatan tersebut turut menemui Kompolnas mengatakan kediamannya di Kraton Kilen, berada tak jauh dari masjid itu. Pada malam pertama berlangsungnya debat capres, ia mengaku langsung berkoordinasi dengan Kapolda DIY terkait berlangsungnya tabligh akbar itu.

“Saya bilang ke Kapolda, ‘yang satu debat presiden, saya debat sama Kapolda,’” katanya.

Advertisement

Namun, ia enggan membeberkan isi debatnya itu. Intinya, menurut dia, kasus kekerasan agama di DIY tidak kaitannya dengan momentum Pemilu. Lantaran kasus intolirer sebenarnya telah terjadi jauh sebelum agenda politik, namun polisi mungkin diam saja walau sudah mengetahuinya.

“Padahal, ada suatu agenda untuk merusak kondisi [multikultur] di Jogja,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif