Jogja
Rabu, 6 Juni 2012 - 10:21 WIB

GELARAN PEH CUN: Bakcang Penganan Pengharapan

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sianywati, salah satu pembuat bakcang di Jogja (JIBI/Harian Jogja/Devi Krismawati)

Sianywati, salah satu pembuat bakcang di Jogja (JIBI/Harian Jogja/Devi Krismawati)

JOGJA—Penganan tradisional yang disajikan saat gelaran Peh Cun seperti bakcang ternyata memiliki makna yang berarti pengharapan.

Advertisement

Pengamat Budaya dari Paguyuban Warga Tionghoa Bhakti Putera, Adi Wirawan mengatakan, Peh Cun merupakan fenomena alam yang umumnya terjadi pada bulan 5 tanggal 5 (kalender imlek). Pada tanggal tersebut dan tepat pada pukul 12.00, dipercaya jika matahari, bumi dan bulan berada dalam satu garis.

“Bisa dikatakan ini hari yang istimewa, karena letak matahari, bumi dan bulan sejajar sehingga menghasilkan gaya tarik sangat kuat. Dan akhirnya mempengaruhi lingkungan dan manusia,” terang dia saat ditemui di kediamannya, Selasa (5/6).

Advertisement

“Bisa dikatakan ini hari yang istimewa, karena letak matahari, bumi dan bulan sejajar sehingga menghasilkan gaya tarik sangat kuat. Dan akhirnya mempengaruhi lingkungan dan manusia,” terang dia saat ditemui di kediamannya, Selasa (5/6).

Saking kuatnya, jika telur diletakkan di permukaan datar pada pukul 12.00, maka telur tersebut dapat berdiri. Peristiwa alam ini mengakibatkan tanggal 5 bulan 5 dianggap sebagai hari sakral.

Cerita lain mengenai Peh Cun dan bakcang, lanjut Adi, dimulai saat pejabat dari kerajaan Chu, Qu Yung, memberikan saran bagi raja untuk melakukan pembaruan politik dan ekonomi, supaya rakyat tidak sengsara. Sayang permintaan pejabat sekaligus penyair ini tidak didengar raja. Justru ia dinilai berusaha mengadu domba sehingga diasingkan ke pinggir sungai.

Advertisement

Penduduk yang mendengar mengenai aksi bunuh diri tersebut merasa prihatin. Mereka beramai-ramai naik kapal untuk mencari penyair tersebut.

“Tapi tidak ketemu, jasad juga tidak terlihat. Kemudian mereka berpikir, jangan-jangan Qu Yung dimakan ikan. Karena itu mereka berinisiatif membuat makanan yang dibungkus dengan daun bambu dan disebarkan ke sungai. Dengan harapan ikan-ikan tersebut tidak makan jasad,” papar dia.

Adi menuturkan aksi bunuh diri Qu Yung tersebut diperkirakan terjadi saat Peh Cun. Karena itu setiap pernak-pernik kisah yang melekat dalam legenda tersebut sampai saat ini masih dipersiapkan saat Peh Cun.

Advertisement

Bakcang sampai sekarang masih mudah ditemui di Jogja. Setidaknya, ujar dia, Pasar Pathuk selalu menyediakan panganan yang biasanya berbahan dasar daging babi. Sementara produksi kue can saat ini semakin langka dan umumnya disediakan saat Peh cun saja.

Pedagang Bakcang dan Kwecang Sianywati saat ditemui ditokonya, Jalan Tukangan Jogja, kemarin, menjelaskan bakcang dan kweecang biasanya meningkat drastis menjelang Peh Cun. Jika biasanya sehari-hari ia hanya membuat sekitar 25 bakcang, pada saat menjelang Peh Cun, pesanan bisa mencapai 1.000 bakcang dan kweecang.

“Biasanya satu pekan sebelum perayaan dan puncaknya tiga hari sebelum sembayangan. Tahun ini puncaknya ya tanggal 21 Juni nanti,” katanya.

Advertisement

Selain itu perayaan Pehcun di Jogja juga diramaikan dengan acara pelarungan sesajen ke pantai Paringtritis, salah satunya yakni bakcang dan kweecang itu. Pada saat perayaan Peh Vun, ia membandrol bakcang buatannya dengan harga sekitar Rp8.500 atau naik Rp1.000 jika dibandingkan hari biasa. Ia terpaksa menaikkan harga karena harus merekrut tenaga tambahan.

Sementara itu, banyak warga Tionghoa yang menjual bakcang jelang Peh Cun. Misalnya, Yulianti, warga Jalan Tukangan, mengaku Pehcun mendatangkan rejeki tersendiri baginya, pasalnya karena kemampuannya membuat bakcang, ia juga kebanjiran pesanan pada saat menjelang perayaan Pehcun.

Advertisement
Kata Kunci : Bakcang Peh Cun Tionghoa
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif