SOLOPOS.COM - Sri Sultan Hamengku Buwono X menyaksikan para kerabat keraton bersama putri dan menantunya serta abdi dalem mengambil beragam isi gunungan dari Gunungan Bromo di halaman Gedhong Jene, Kompleks Keraton Ngayogyakarta, Jumat (01/12/2017). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Kraton Ngayogyakarta menggelar Grebeg Mulud, Jumat (1/12/2017).

Harianjogja.com, JOGJA- Kraton Ngayogyakarta menggelar Grebeg Mulud, Jumat (1/12/2017). Namun dalam Grebek Mulud kali ini ada yang istimewa yang membedakan dengan grebek di tahun-tahun sebelumnya.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Baca juga : GREBEG MULUD : Gunungan Besar Diarak ke Kepatihan, Ini Hanya 8 Tahun Sekali

Selain jumlah gunungannya lebih banyak, para putri, pangeran, dan sentana, serta abdi dalam Kraton ikut memprebutkan gunungan.

Sekitar pukul 10.00 WIB Kraton melepas delapan gunungan dari dari Bangsal Keben. Satu dari delapan gunungan tersebut adalah Gunungan Bromo.

Kedelapan gunungan tersebut diarak oleh para abdi dalem yang dipimpin oleh Manggala Yudha Gusti Bendoro pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, menuju Masdji Gedhe Kauman.

Semua gunungan tersebut didoakan oleh penghulu Kraton, kemudian lima gunungan, yakni Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Darat, dan Pawuhan langsung diperebutkan warga yang sudah berjubel sejak pagi hari. Warga yang datang bukan hanya warga DIY, namun warga dari luar DIY pun sengaja datang untuk mendapatkan isi dari gunungan tersebut.

Dua gunungan lainnya di bawa ke komplek Kepatihan dan Puro Pakualaman. Sementara Bromo yang berisi berbagai makanan yang terbuat dari beras ketan tidak diperebutkan warga melainkan dibawa kembali ke dalam Kraton.

Gunungan Bromo yang dibawa oleh lebih dari 10 abdi dalem itu tiba di halaman Gedung Jane sekitar pukul 11.15 WIB. Di sana Sultan HB X dan para paneran sudah menanti gunungan Bromo tersebut.

Tidak lama Sultan langsung mengawali dengan mengambil satu potong makanan terbuat dari beras ketan, kemudian disusul dengan para putri dan mantu dalem serta kerabat Kraton lainnya.

Terlihat Kanjeng Pangeran Yudhanegara dan Purbodiningrat sampai manjat ke atas gunungan, kemudian mencabuti isi gunungan dan membagi-bagikannya kepeda para abdi dalem. Pemandangan ini persis seperti terjadi di halaman komplek Masjid Gedhe Kauman saat masyarakat memperebutkan lima gunungan.

Sementara Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengabadikan momen tersebut dengan kamera telepon selularnya. Peritiwa rebutan gunungan bagi para pangeran dan sentana uni hanya terjadi setiap delapan tahun sekali atau bertepatan dengan Tahun Dal. Gunungan yang diperebutkan itu adalah Gunungan Bromo yang berisi bara api dan menyan serta dikelilingi makanan dan hasul bumi.

“Gungan Bromo ini khusus untuk keluarga dan sentono,” kata GKR Hayu, salah satu putri Sultan di sela-sela berebut gunungan. Ia mendapat dua potong makanan yang akan dia simpan untuk kenang-kenangan.

Hayu mengatakan gunungan Bromo berbeda dengan gunungan lainnya yang disedekahkan kepada masyarakat ”Kalau yang lain isinya ada makanan ada wajik segala macam. Kalau Bromo isinya ada seperti selo dan kemenyan bisa diliha keluar asap,” ucap Hayu.

Rebutan gunungan ini merupakan salah satu rangkaian dari Grebek Mulud yang digelar Kraton, mulai dari mbusanani pusaka atau mengganti sarung pusaka, kemudian bethak atau GKR Hemas menanak nasi sebanyak tujuh kali setelah maghrib pada Kamis (30/11) lalu.

Lalu ada presesi kundur gangsa atau mengembalikan dua gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari Pagongan Masjid Gedhe ke dalam keraton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya