Jogja
Jumat, 21 September 2012 - 11:28 WIB

Gubuk Rubinem dan Kemiskinan 4 Generasi

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rumah Rubinem yang reot di Dusun Taman Desa Purwoharjo Samigaluh, Kulonprogo menjadi tempat tinggal empat generasi keluarga itu. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Rumah Rubinem yang reot di Dusun Taman Desa Purwoharjo Samigaluh, Kulonprogo menjadi tempat tinggal empat generasi keluarga itu. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Tidak ada yang menginginkan kemiskinan dalam hidupnya. Namun, apa daya, ketika kemiskinan terus menyertai kehidupan seseorang bahkan sampai tiga generasi penerusnya.

Advertisement

Menuju rumah Rubinem, 85, Harian Jogja harus melalui jalan terjal Pegunungan Menoreh. Kendaraan tidak bisa mencapai halaman, tetapi harus ditinggal di tepi jalan dusun di bawah bukit Dusun Taman Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kulonprogo, DIY. Selanjutnya, harus berjalan kaki melewati jalan setapak yang curam berupa tanah liat dengan hutan jati di kanan kirinya.

Rumah Rubinem berada diantara semak dan jati yang mengering di musim kemarau ini. Rumah itu, lebih layak disebut gubuk. Ukurannya hanya 5×3 meter, dengan dinding separuh berupa kayu dan anyaman bambu yang dipasang seadanya. Tidak ada halaman di sekitar bangunan itu, hanya ada hutan curam yang penuh semak-semak.

Advertisement

Rumah Rubinem berada diantara semak dan jati yang mengering di musim kemarau ini. Rumah itu, lebih layak disebut gubuk. Ukurannya hanya 5×3 meter, dengan dinding separuh berupa kayu dan anyaman bambu yang dipasang seadanya. Tidak ada halaman di sekitar bangunan itu, hanya ada hutan curam yang penuh semak-semak.

Ketika Harian Jogja bersama Kepala Desa Purwoharjo, R. M. Joko Martono sampai di rumah itu, Rubinem yang renta, tampak sedang membelah sebuah kelapa tua sambil duduk lesehan di tanah. “Sini Mbah, pinjam pisaunya,” ungkap Joko Martono, yang langsung mengambil alih kegiatan membelah kelapa tersebut.

Rubinem tersipu malu menjawabnya. “Ah, Pak Lurah niki. Kula sammpun biasa Pak, panci mboten wonten tiyang kakung teng mriki [Ah, Pak Lurah ini. Saya sudah biasa melakukannya Pak, karena memang tidak ada orang lai-laki di rumah ini],” ungkap Rubinem belum lama ini.

Advertisement

Di rumah itu, ia tinggal bersama tiga perempuan lain yang merupakan keturunannya, yakni Dalyati, 42 (anaknya), Sulandari, 16 (cucunya, anak Dalyati) dan Ida, 4 (buyutnya, anak Sulandari). Karena hal yang rumit, pasangan hidup para perempuan itu tidak lagi bersama mereka.

Alhasil, tidak ada penopang hidup bagi perempuan empat generasi itu. Rubinem yang renta, kini tidak bisa banyak beraktivitas. Setiap harinya, ia hanya di rumah dan berjalan-jalan di kebun sekitarnya mencari kayu bakar atau dedaunan yang bisa dimasak. Hasil itulah yang mereka makan setiap hari. Tak jarang, ada tetangga yang berbaik hati memberikan daun ketela, nangka muda, terong dan sayuran lain.

Dalyati, kini menjadi tulang punggung keluarga itu. Apapun yang bisa menghasilkan uang, ia lakoni, mulai mencari barang bekas dan menjualnya, mencuci baju atau membantu di rumah tetangga. Hal serupa juga bisa dilakukan Sulandari, namun ia harus banyak memberikan perhatian pada anaknya yang baru mulai masuk TK.

Advertisement

Dengan kondisi itu, mereka tidak mampu mengupayakan tempat tinggal yang layak. Tanah tempat rumah itu, bahkan bukan milik mereka, tapi milik saudara yang kebetulan tidak terpakai. Lima tahun lalu, rumah mereka hanya gubuk yang nyaris ambruk tapi kemudian warga setempat bekerja bakti membangunnya sampai seperti sekarang ini.

Bangunan itu hanya ada dua ruangan, untuk tempat tidur dan tempat meletakkan barang-barang. Sebuah ruangan kecil ditambahkan untuk tempat memasak. “Niki mpun sae, menawi mboten direncangi ndandosi rumiyin, mbok menawi kula sampun kedah numpang tangga, amargi ambruk [Ini sudah bagus, kalau dulu tidak dibantu memperbaiki, mungkin sekarang saya harus menumpang rumah tetangga karena pasti rumah saya sudah roboh,” tutur Rubinem.

Joko Martono mengungkapkan, dengan kondisi keluarga Rubinem yang tidak memiliki tanah pekarangan, warga hanya bisa membantu membangun rumah semi permanen, di lahan yang diperbolehkan untuk menjadi tempat tinggal mereka. “Kami berharap ada program untuk membantu keluarga seperti ini,” katanya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif