SOLOPOS.COM - Ikan wader (indonesia.go.id)

Solopos.com, JOGJA — Guru Besar Ilmu Manajemen Sumber Daya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Djumanto, menyampaikan keberadaan ikan wader di alam berada dalam ancaman kepunahan. Kerentanan yang dialami ikan wader ini terjadi karena beberapa faktor.

Bahkan, statusnya dapat meningkat menjadi kritis jika kualitas habitat ikan wader mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga tidak cocok untuk berkembang biak.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Hal itu disampaikan Djumanto dalam pidato pengukuhan Guru Besar berjudul Tantangan Peningkatan Produksi dan Pelestarian Sumber Daya  Ikan Asli Perairan Darat Indonesia di Balai Senat UGM, Selasa (9/5/2023).

Djumanto menuturkan ada beberapa faktor utama yang mengancam keberadaan ikan air tawar asli perairan darat, termasuk ikan wader. Ancaman tersebut sangat tinggi dengan jenis yang cukup beragam.

Salah satunya, lanjut dia, cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan misalnya menggunakan alat tangkap yang merusak seperti memakai setrum atau kejut listrik.

Bukan itu saja, perilaku pemancing ikan maupun penggemar ikan yang kurang bertanggung jawab pun bisa menyebabkan kerentanan ikan wader. Perilaku itu seperti melepaskan spesies ikan tertentu yang berakibat pada penurunan populasi ikan mangka. Kemudian introduksi spesies asing yang invasif bisa menjadi kompetitor atau predator ikan asli.

Ia menuturkan gambaran perairan umum darat di DIY masih menyimpan sebanyak 47 jenis ikan meliputi 42 jenis ikan lokal/asli dan 5 jenis ikan introduksi yakni ikan red devil, guppy, nila, spau-sapu, dan ekor pedang.

Sedangkan berdasarkan status keberadannya, ikan berstatus risiko rendah sebanyak 83%, ikan berstatus belum dievaluasi sebesar 13%, dan yang berstatus informasi data kurang dan rentan masing-masing 2%.

“Spesies ikan yang berstatus rentan yaitu ikan wader [Rasbora lateristriata] bisa menjadi kritis ketika kualitas habitat ikan wader mengalami penurunan yang sangat drastis, sehingga tidak cocok untuk berkembang biak. Demikian halnya ikan yang berstatus risiko rendah bisa menjadi rentan jika tingkat penangkapan dan gangguan antropogenik lainnya sangat tinggi,” jelas dia yang dikuti dari laman resmi UGM, Jumat (12/5/2023).

Lebih lanjut, Djumanto menyampaikan perlindungan dan pelestarian terhadap ikan asli dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pemanfaatan ikan terkendali, pembuatan reservat, penebaran atau restocking, pengendalian ikan invasif, domestikasi ikan asli, dan modifikasi habitat pemijahan.

Untuk modifikasi pemijahan, dia menyampaikan sebagian besar ikan memijah bertepatan saat musim hujan ketika tersedia air yang melimpah dan berkualitas. Sementara pad aikan wader pari yang mendiami Sungai Ngrancah, pemijahan terjadi pada peralihan musim hujan dan kemarau ketika suhu udara rendah dan kandungan oksigen tinggi.

“Pemijahan bisa dilakukan dengan menyediakan habitat ikan wader berupa cekungan yang berukuran sekitar 2 X 1 meter persegi dan rata-rata kedalaman air 30 cm dengan substrat dasar pasir pada sisi sungai. Ini dapat memicu ikan wader pari untuk datang dan memijah,” terang dia.

Semakin banyak cekungan sebagai habitat pemijahan di sepanjang sisi sungai dapat meningkatkan peluang ikan wader pari untuk memijah sehingga populasinya akan tinggi. Cara yang sama bisa digunakan untuk jenis ikan lain yang menjadi target untuk dikonservasi, seperti ikan uceng (Nemacheilus fasciatus).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya