SOLOPOS.COM - ilustrasi (berbagaihal.com)

ilustrasi (berbagaihal.com)

SLEMAN—Pengajar sekolah luar biasa (SLB) menilai perlakuan diskriminatif terhadap warga difabel masih sering terjadi dalam berbagai hal seperti pergaulan sosial, pilihan pekerjaan sampai akses pendidikan.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Pengajar SLB Bhakti Pertiwi, Prambanan, Sleman, Yuliati mengatakan, dalam kegiatan pergaulan sosial warga difabel sering tidak dilibatkan walaupun memiliki kemampuan. Di bidang pendidikan, anak difabel juga kesulitan masuk ke sekolah umum.

“Sepertinya enggak diterima karena takut suasana enggak nyaman karena ada anak berkursi roda,” kata Yuliati ketika ditemui Harian Jogja di tempat kerjanya, Candirejo, Bokoharjo, Prambanan, Sleman, Senin (2/6). Yuliati mengaku pernah melobi sejumlah sekolah umum agar bersedia menerima siswa difabel yang didampinginya namun akhirnya gagal.

“SD inklusi terkadang juga tidak dekat rumah. Saya coba melobi sekolah yang punya hati,” katanya. Dalam hal mendapatkan pekerjaan, menurut Yuliati, warga difabel juga kerap terkendala aturan sehat jasmani dan rohani. Menurut dia, warga difabel kerap dinilai tidak sehat.

Dia berharap warga difabel tidak dibedakan dalam pergaulan sosial. Yuliati memberi contoh sederhana yakni pelibatan warga difabel dalam kegiatan gotong royong. Warga difabel juga perlu diberi kesempatan yang lebih luas dalam lapangan pekerjaan.

Menurut Kepala SLB Bhakti Pertiwi, Siti Asngadah, tidak hanya perlakuan diskriminatif yang diterima warga difabel, namun juga perlakuan amoral. Beberapa waktu lalu ujarnya ada perempuan tuna-rungu dan tuna-wicara yang dilecehkan secara seksual. (HARIAN JOGJA/Yodie Hardiyan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya