SOLOPOS.COM - Sejumlah abdi dalem mengusung jenazah GBPH Joyokusumo saat diberangkatkan dari rumah duka Dalem Joyokusuman menuju Masjid Rotowijayan, Jogja, Rabu (01/01/2014). Adik Raja Keraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X itu tutup usia pada umur 58 tahun, jenazah disalatkan di Masjid Rotowijayan dan kemudian dimakamkan di Pasarean Hastorenggo di Kotagede Jogja.(JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Harianjogja.com, JOGJA-Meninggalnya GBPH Joyokusumo membuat sedih banyak kalangan. Adik tiri almarhum, GBPH Yudhaningrat yang merupakan Kepala Dinas Pariwisata DIY di sela-sela melayat mengatakan almarhum merupakan sosok yang idealis, dan sering mewacanakan pembaharuan di struktural Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Di keluarga, beliau sering mempunyai perbedaan pendapat dengan kami, namun tidak menjadi masalah. Beliau berharap Kraton ini semestinya klasik, sehingga lebih menarik dibanding struktur organisasi Kraton yang ada sekarang,” katanya, Rabu (1/1/2014) di rumah duka.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Terkait pesan sebelum meninggal dunia, kata dia, almarhum selalu mengatakan Kraton ini harus lebih baik dalam mempertahankan tradisinya, termasuk masalah keagamaan di Kraton yang bisa menyeimbangkan dengan permintaan yang ada pada rakyat.

Istri almarhum, BRAy Hj Joyokusumo seusai pemakaman mengatakan, dirinya belum siap ditinggal almarhum, mengingat kenangan di dalam keluarga yang sudah dibangun cukup lama yaitu sekitar 30 tahun.

“Karena apa, dengan kelebihan dan kekurangannya, termasuk kami melayani selama almarhum sakit, itu masih teringat,” katanya, yang didampingi kerabat serta keluarga.

Menurut dia, sebelum meninggal almarhum telah mengalami sakit komplikasi sejak 2009, bahkan keluarga telah berupaya memeriksakan ke rumah sakit di dalam maupun di luar negeri. Namun, takdir berkehendak lain.

“Sakitnya sudah sejak 2009, dengan sakit yang berbeda. Sudah berobat ke Belanda, Malaysia, dan Singapura, dengan sakit yang berbeda-beda, seperti sakit ginjal, dan jantung. Kalau sakit gulanya, bisa dikendalikan, tapi kemudian komplikasi,” katanya.

KRT Jayaningrat, putra kedua Gusti Joyo, mengingat betul bagaimana ayahnya itu mendidiknya hingga akhirnya dinikahkan dengan wanita pilihannya Amalia Soraya pada Oktober lalu. “Beliau itu penyayang, sabar, dan rendah hati.”

Banyak pesan yang disampaikan kepadanya. Sebagai generasi Jawa, kata Jayaningrat, ayahnya itu sampai akhir hayat ingin terus melestarikan budaya Jawa dengan tidak memandang golongan ataupun etnis.

“Semuanya dianggap sebagai teman. Beliau itu seorang bapak yang dapat terjun ke semua tingkatan,” urainya.

Terpisah, Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo yang juga terlihat melayat menilai Joyokusumo adalah sosok kebapakan yang mempunyai visi ke depan. Dia pun pernah mempunyai pengalaman bersama Joyokusumo menjelang erupsi Merapi pada 2006 lalu.

“Kami pernah ke rumah Mbah Maridjan untuk membujuk dia turun,” kata Gandjar.

Adapun mantan Sekretaris Daerah DIY Bambang Susanto Priyohadi mengaku kehilangan almarhum.”Almarhum itu sahabat lama saya. Kami bercita-cita membangun dan memajukan Jogja,” ujar Bambang dengan mata berkaca-kaca.

Ratusan karangan bunga dipajang sejak dari Jalan Rotowijayan, tepatnya di selatan Museum Kereta Keraton hingga menuju rumah duka. Sejumlah karangan bunga juga ditumpuk dan nyaris rusak karena diguyur hujan lebat. Bahkan air di halaman rumah duka menggenang hingga mata kaki.

Sebelum diberangkatkan ke pemakaman, jenazah dibawa ke masjid Rotowijayan untuk disalatkan kembali. “Itu permintaan almarhum,” kata kakak almarhum, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya