SOLOPOS.COM - Sebuah bus sedang menunggu penumpang di seputaran bundaran Siyono, Logandeng, Playen, Jumat (1/4/2016). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Harga BBM turun namun angkutan di Gunungkidul masih menerapkan tarif lama

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Sejumlah angkutan di Gunungkidul masih menerapkan tarif lama, meski harga Bahan Bakar Minyak sudah diturunkan Jumat (1/4/2016). Penyesuaian tarif baru dilakukan saat ada keputusan resmi dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Tarif angkutan umumdi Gunungkidul sendiri bervariasi dan tergantung dengan jarak tempuhnya.Tarif angkutan kota saat ini dipatok Rp Rp3.000 untuk umum, sedang untuk pelajar Rp2.000. Angkutan kota dalam provinsi dipatok Rp9.500, sedangkan untuk angkutan pedesaan berkisar Rp8.000 hingga 10.000 per penumpang.

Salah seorang supir angkutan Wonosari Winarno mengakui, meski harga BBM sudah turun, untuk ongkos kendaraan masih menggunakan harga lama. Dia mengaku tidak memermasalahkan adanya penyesuaian tarif sebagai dampak dari penurunan BBM.

Namun Winarno meminta agar Pemerintah Kabupaten bisa tegas untuk menindak oknum yang menyerobot trayek angkutan. “Keluhan kami hanya itu karena penyerobotan trayek sangat merugikan sopir dan bisa memicu terjadinya konflik,” kata Winarno kepada wartawan, Jumat.

Sementara itu, Sekretaris DPC Organda Gunungkidul, Wasdiyanto mengakui tarif angkutan umum masih menggunakan tarif lama dan belum turun meski harga BBM turun Rp500 per liter.

Dia menjelaskan, keputusan untuk menurunkan atau tidak sangat bergantung dengan kebijakan DPD Organda DIY. Rencananya pembahasan tarif angkutan baru akan dibahas pada Senin (4/4/2016) mendatang. “Kalau saat ini [kemarin] tarifnya masih sama, seperti sebelum adanya penurunan harga BBM,” kata Wasdiyanto.

Dia pun berharap tarif yang berlaku saat ini bisa dipertahankan. Pasalnya dengan tarif yang lama itu, para pengusaha angkutan umum sudah kesusahan untuk mengoperasikan armada yang dimiliki.

Akibat sepinya penumpang membuat pendapatan sopir angkutan berkurang. Padahal untuk mengoperasikan kendaraan tidak hanya membutuhkan BBM, namun juga butuh biaya perawatan untuk membeli suku cadang saat terjadi kerusakan.

“Harga onderdilnya sangat mahal, sedangkan untuk penumpang juga sudah berkurang seiring dengan banyaknya kendaraan roda dua. Jadi kalau boleh memilih, kami ingin tariff lama itu tetap dipertahankan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya