SOLOPOS.COM - Ilustrasi (pixelatedcrumb.com)

Untuk mengendalikan harga jagung, pengawasan perlu dilakukan oleh lintas sektoral.

 

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

 

Harianjogja.com, SLEMAN– Tingginya harga jagung berdampak pada usaha peternak unggas. Pasalnya tingginya komoditas utama pakan ayam itu menyebabkan para peternak ayam menanggung kerugian. Untuk mengendalikan harga jagung, pengawasan perlu dilakukan oleh lintas sektoral.

Hal tersebut diakui Suratin, peternak ayam di Margoagung, Seyegan. Menurutnya, peternak ayam tidak bisa menyiasati tingginya harga jagung dengan mengurangi komposisi pakan ayam. Alasannya, jagung dibutuhkan sebagai asupan bagi ayam. “Apalagi cuacanya tidak mendukung seperti ini. Kalau komposisi jagung dikurangi untuk mengurangi biaya produksi, itu bisa membuat ayam mudah sakit dan mati. Kalau asupannya baik, ayam bisa bertahan hidup dengan cuaca seperti ini,” ungkapnya, Rabu (3/2/2016).

Akibatnya, modal yang dikeluarkan oleh peternak membengkak hanya untuk membeli jagung. Kondisi tersebut diperparah dengan kenaikan harga bibit ayam. Untuk menekan biaya produksi, Suratin mengaku terpaksa menaikkan harga jual ayam. Jika sebelumnya dijual Rp16.000 per kilogram saat ini harganya dipatok Rp20.000 per kg. “Rata-rata satu ekor beratnya tiga sampai empat kilogram. Agar kami tidak rugi, harga terpaksa dinaikkan. Untungnya juga sedikit. Kami berharap pemerintah bisa menekan harga jagung,” ujarnya.

Tidak hanya peternak, tingginya harga jual jagung juga dikeluhkan oleh pedagang pakan. Harga jual pakan jagung kuning meningkat tajam, dari awalnya Rp 5.000 per kg naik menjadi Rp9.000 per kg. Lonjakan harga jagung pakan tersebut, terjadi dalam sebulan terakhir. “Saya nggak tahu penyebabnya. Yang jelas, akibat kenaikan harga ini penjualan saya turun drastis. Banyak yang mengurangi pembelian karena harganya tinggi,” ujar Parjiyanto, pedagang pakan di Caturtunggal, Depok.

Menanggapi hal itu, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Sleman meminta peternak untuk membatasi produksi. Hal tersebut mengingat kondisi cuaca yang tidak kondusif dan harga pakan yang melonjak. “Ini dilakukan untuk menekan kerugian sebab kondisi cuaca saat ini bisa berdampak pada tingginya jumlah kematian ayam. Kalau itu terjadi, potensi kerugian peternak juga besar. Selain harus membeli pakan dalam jumlah banyak, tingkat kematian ternak ayam juga besar,” ujar Kepala DPPK Sleman, Widi Sutikno.

Menurut Widi, potensi panen jagung di Sleman lebih dari 3.000 ton. Jumlah tersebut dinilai mencukupi kebutuhan masyarakat tetapi tidak untuk jagung sebagai pakan ternak. Hal ini lantaran pakan ternak diproduksi dari luar Sleman. “Selain untuk konsumsi, Jagung di Sleman juga untuk bahan baku pakan ternak. Untuk mengontrol harga, perlu dilakukan secara lintas, baik di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan nasional,” usulnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya