SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

KULONPROGO—Tingginya harga ketela pohon menyebabkan produksi tepung tapioka terhambat. Meski demikian, penghasilan dari pengolahan umbi-umbian masih dianggap menggiurkan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Menurut Astuti,31, salah seorang produsen warga Girinyono, Sendangsari, Pengasih, saat ini harga ketela pohon mencapai Rp1.500 per kilogram. Untuk membuat tepung tapioka sebanyak satu kilogram ia memerlukan sedikitnya tujuh kilogram ketela pohon. Akan tetapi, setelah menjadi tepung, harga jualnya hanya Rp7.500 per kilogram. “Kalau ditotal ya tekor,” ujarnya.

Untu menyiasati hal tersebut, Astuti mengaku, dari bahan ketela pohon yang diperoleh, separuh dijadikan tepung tapioka, sisanya dijadikan geblek. Dalam sehari, ia bisa memproduksi sekitar 50 kilogram geblek dengan keuntungan bersih sekitar Rp20.000 setiap produksi.

Selain meproduksi geblek dan tepung tapioka, bersama empat karyawan yang masih memiliki hubungan keluarga dengan dirinya, Astuti yang menjadi anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati, juga memproduksi aneka penganan lainnya dari bahan umbi-umbian seperti ganyong dan keripik. Mereka menggunakan beberapa alat bantuan dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY.

Soal distribusi dan pemasaran, ia menyerahkan sepenuhnya kepada KWT Melati yang berpusat di Peheng, Sendangsari.

“Dari situ baru dipasarkan kemana-mana,” ujarnya. (ali)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya