SOLOPOS.COM - MENURUN—Pedagang palawija di pasar Beringharjo Jogja mengeluhkan sepinya pembeli, Jumat (6/4/2012). Kenaikan berbagai komoditas di picu wacana kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. (Harian Jogja/Garth Antaqona)

JOGJA—Setelah kenaikan harga gula pasir, minyak goreng, bawang putih, kini giliran harga palawija yang naik. Kenaikan harga palawija ini menyebabkan jumlah penjualan menurun.

MENURUN—Pedagang palawija di pasar Beringharjo Jogja mengeluhkan sepinya pembeli, Jumat (6/4/2012). Kenaikan berbagai komoditas di picu wacana kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. (Harian Jogja/Garth Antaqona)

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Dari pantauan harga di Pasar Bringharjo dan di pasar Sentul, Jumat (6/4), palawija rata-rata mengalami kenaikan harga kisaran Rp1.000 hingga Rp2.000 perkilogramnya. Seperti pada harga kacang kedele kualitas baik yang awalnya seharga Rp6.500 perkilogram kini naik menjadi Rp7.500, sedangkan untuk kacang kedele kualitas sedang, dari harga Rp6.000 naik menjadi Rp7.000 perkilogram.

Untuk harga kacang ijo, harga naik dari harga Rp11.000 menjadi 12.000 perkilogram. Kacang tanah turut mengalami kenaikan, dari Rp15.000 perkilogram untuk kualitas baik, naik menjadi Rp16.000 perkilogram. Kacang tanah kualitas sedang naik dari Rp14.500 menjadi Rp15.500 perkilogram.

Kepada Harian Jogja, Sri Hartati, 42, pedagang palawija di Pasar Bringharjo mengaku kecewa atas kenaikan harga palawija. Kondisi ini perlahan – lahan dirasakannya semakin menurunkan angka penjualannya.

“Angka penjualan turun, yang biasanya sampai terjadi 50 transaksi pembelian, kini turun menjadi 30 penjualan. Sebagian besar pembeli enggan memasok karena harganya yang terus naik,” kata Sri Hartati, Jumat (6/4) di Pasar Bringharjo.

Sri mengaku, sudah mendapatkan harga tinggi dari pemasoknya semenjak seminggu lalu dengan harga yang tinggi pula. Sedangkan dipasaran, pasokan palawija juga sudah menipis. Mau tidak mau ia mengikuti harga pasar yang turut naik harganya.

“Kalau barang yang dibeli sudah naik, tidak mungkin bisa turun harganya. Kami tetap menjual dengan harga apa adanya hingga menghabiskan stok dengan harga yang baru,” ungkap Sri.

Kondisi yang sama juga dialami oleh Sobari, 65. Penjual sembako yang berjual palawija ini juga mengeluhkan harga barang dagangan yang juga semakin tinggi. Kondisi ini menurutnya dapat memicu lemahnya daya beli masyarakat.

“Kalau sudah harga tinggi, ya sepi jadinya. Jadi sedikit yang beli,” kata Sobari.

Sobari menambahkan, isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada beberapa hari lalu membuat harga kulakan tinggi. Ia pun secara terpaksa membeli dagangan dengan harga yang tinggi.

“Ini BBM tidak jadi naik, kenapa harga barang malah naik. Saya orang kecil bingung dengan kondisi ini,” ungkap Sobari dengan kecewa.(sun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya