SOLOPOS.COM - Pedagang di Jalan Abu Bakar Ali menegakan baju kebaya, Rabu (20/4/2016). (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Hari Kartini diperingati oleh ibu-ibu PKL Malioboro dengan menggelar lomba berkebaya

Harianjogja.com, JOGJA- Peringatan hari Kartini identik dengan mengenakan busana tradisional. Para pelapak di Malioboro pun tak mau ketinggalan. Dengan pakaian tradisional Rabu (20/4/2016) mereka menelusuri trotoar Malioboro yang kini sudah bersih dengan percaya diri untuk memeringatinya.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Desio Hartonowati, salah satu pedagang bahkan rela ke salon langganannya sedangkan warung lesehan yang dikelolanya dititipkan kepada pegawai kepercayaannya.

“Sayang saja kalau momen ini dilewatkan, jadi dandannya harus total,” kata dia.

Hal itu juga dilakukan Nyonya Suwardi. Pedagang batik tampil lebih sederhana dengan rambut diikat dan mengenakan kebaya berwarna merah.

“Ini dandan sendiri kok, sengaja biar sekalian menjaga dagangan, kebaya juga kebaya sendiri karena saya sering diminta among tamu di rumah,” kata dia.

Sama seperti Desi, Suwardi juga sudah menitipkan dagangannya ke tetangga sesama PKL yang tak mengikuti kegiatan siang hari itu. Dia mengaku tak khawatir karena selain sudah saling menjaga, momen ini menurutnya adalah momen yang wajib diikutinya.

Menjelang pukul 14.00, Desi dan Suwardi pun berjalan ke kawasan Abu Bakar Ali. Di sana deretan kursi putih sudah tertata rapi. Mereka menunggu kehadiran istri Walikota Jogja Tri Kirana Muslidatun.

Setelah sosok yang dinanti tiba, mereka pun memulai acara siang hari itu. Bersama dengan puluhan pedangan lain yang tergabung dalam Paguyuban Ibu-ibu Kawasan Malioboro (PI2KM) mereka bergerak menelusuri trotoar sampai titik nol.

Salah satu tokoh PI2KM, Yati Dimanto mengatakan kegiatan ini sebenarnya bukan pertama kalinya. Setiap Kamis Pahing pedagang sudah terbiasa mengenakan pakaian tradisional. Setiap peringatan Hari Kartini pun mereka mengenakan busana tradisional. Namun peringatan kali ini berbeda. Kebaya setiap peserta dinilai dan dilombakan. Pemenangnya berhak atas hadiah menarik yang disediakan panitia.

Perayaan itu pun menurut Yati tidak sekadar beramai-ramai berjalan dengan pakaian tradisional. Lebih dari itu para peserta adalah para perempuan mandiri yang mencari rezeki di kawasan Malioboro. Penampilan mereka yang berbeda kali ini merupakan sebuah bentuk pernyataan bahwa sebagai perempuan mereka juga bisa memiliki karya yang nyata.

“PKL itu tidak boleh dibilang Pedagang Kaki Lima, tapi Pedagang Kreatif Lapangan. Kami adalah perempuan kreatif yang mandiri dan itu kami tunjukkan melalui peringatan ini,” tegas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya