SOLOPOS.COM - Warga bersama relawan kerja bakti membersihkan material longsor di Dusun Gedong, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo, Kamis (11/2/2016). (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Hasil penelitian menunjukkan warga Kulonprogo memiliki modal sosial yang tinggi

Harianjogja.com, KULONPROGO-Kulonprogo dinilai memiliki modal sosial yang relatif masih baik dalam kehidupan masyarakat. Hal itu diharapkan mampu meminimalkan potensi konflik di berbagai bidang.

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Pernyataan tersebut disampaikan peneliti dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Henny Ekawati dalam sosialisasi peta perubahan sosial dan potensi konflik DIY di Gedung Kaca, Wates, Kulonprogo, Rabu (1/2/2017).

Dia menyatakan telah melakukan penelitian untuk mengkaji perubahan sosial dan potensi konflik di seluruh kabupaten/kota di DIY pada 2016 lalu.

Henny berpendapat, salah satu kelebihan DIY adalah memiliki masyarakat yang multikultur. Namun, kelebihan itu bisa berubah menjadi ancaman jika tidak ditopang dengan kekuatan modal sosial sehingga menimbulkan konflik.

“Terjadi dinamika perubahan sosial yang cukup signifikan, baik secara budaya, ekonomi, maupun politik. Jika tidak dikelola dengan baik, ini berpotensi menimbulkan konflik,” kata Henny.

Penelitian terkait perubahan sosial dan potensi konflik menyasar 7.986 orang sebagai responden dan berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang. PSKK UGM berusaha memfasilitasi kebutuhan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY. Khusus Kulonprogo, perubahan sosial yang terjadi memang cukup tinggi.

Walau begitu, kondisi itu belum terlihat mengkhawatirkan karena masyarakat Kulonprogo diketahui memiliki modal sosial yang masih tinggi.

Henny mengatakan, modal sosial itu juga terus berjalan di tengah kehidupan masyarakat Kulonprogo. Diantaranya adalah kebudayaan kerja bakti, sambaran dalam membangun rumah, memberi sumbangan dalam acara hajatan, hingga bantuan saat ada yang berduka. “Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana aksi menyikapi perubahan sosial dan potensi konflik,” ujar Henny.

Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kulonprogo, Arif Sudarmanto mengungkapkan, perubahan sosial bukanlah sesuatu yang dapat dihindari, terlebih oleh masyarakat dengan kondisi multikultur.

Hal itu pun berlaku bagi DIY. Menurutnya, Pemda DIY maupun pemerintah kabupaten/kota jelas mempunyai tanggung jawab besar untuk mengelola perbedaan itu demi mengantisipasi konflik.

Arif lalu mengapresiasi penelitian yang digarap Kesbangpol DIY bekerja sama dengan PSKK UGM tersebut. “Kegiatan ini sangat penting untuk DIY yang sudah sejak lama dikenal memiliki keunikan multikultur dan diwarnai dengan perubahan sosial yang dinamis,” ucap Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya