Jogja
Senin, 11 Januari 2016 - 11:54 WIB

HIBAH DAN BANSOS : Gapoktan Harus Berbadan Hukum, Bikin Petani Repot

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani membawa hasil panen padi di Bulak Ndolog, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo, Kamis (31/12/2015) lalu.(Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Hibah dan bansos mengharuskan penerimanya berbadana hukum,  termasuk Gapoktan

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Gunungkidul mempertanyakan urgensi dibentuknya organisasi yang mereka kelola menjadi sebuah organisasi yang berbadan hukum, sebagai imbas diberlakukannya Undang-undang No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

Advertisement

Seperti diungkapkan oleh Ketua Gapoktan Genjahan, Ponjong, Suhantoro pada Minggu (10/1/2016). Pasalnya ia melihat, dibentuknya organisasi memiliki badan hukum justru menimbulkan kesulitan baru.

“Kalau sudah berbadan hukum justru agak repot, karena kalau sudah berbadan hukum nanti pajak terus ditarik. Iya kalau organisasi itu terus eksis, tapi kalau tidak kan kasihan,” ujarnya.

Selama 2009 hingga 2012, Gapoktan Desa Genjahan mendapatkan bantuan dan dapat menggunakannya dengan baik tanpa masalah. Namun sejak 2012 hingga saat ini mereka menggunakan dana yang berasal dari swadaya untuk menjalankan kegiatan Gapoktan.

Advertisement

Belum lama ini, Balai Penyuluhan Pertanian tingkat Kecamatan Ponjong sempat meminta mereka mendata sejumlah kebutuhan gapoktan untuk mendapatkan bantuan seperti traktor dan lainnya. Dimungkinkan dalam waktu dekat, bantuan tersebut bisa turun kepada Gapoktan Genjahan.

“Karena kami sudah memiliki izin pendirian, tapi pada 2015 kami tidak mendapat bantuan apapun,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Gapoktan Playen, Playen yaitu Pardi mengritisi bahwa status berbadan hukum hanyalah dibutuhkan bagi sebuah badan usaha yang berskala besar, bukan sebuah badan seperti Gapoktan atau Kelompok Tani yang hanya mengurusi dunia pertanian.

Advertisement

“Fungsinya tidak valid, seperti hanya memenuhi ‘kerewelan’ di tingkat pusat, kegiatan Kelompok Tani selama ini lancar-lancar saja ada atau tanpa bantuan dari pusat. Kami mengupayakan dana kegiatan secara swadaya, sejumlah petani juga memanfaatkan Lembaga Keuangan Mikro yang kami miliki, jadi dana kami walau minim tapi masih bisa mendukung,” ungkapnya.

Pardi justru menyayangkan apabila ada bantuan dari pusat atau dari pemerintah kabupaten yang turun ke petani, langsung kepada Kelompok Tani tanpa diketahui Gapoktan. Padahal hal itu penting, mengingat Gapoktan perlu menginvestarisir data kebutuhan di masing-masing Kelompok Tani, mengingat kemampuan masing-masing kelompok memiliki perbedaan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif