Jogja
Kamis, 18 Januari 2024 - 19:10 WIB

Ibu-ibu di Bantul Produksi Mi Instan dari Tepung Mocaf, Harga Mulai Rp6.000

Jumali  /  Abdul Jalil  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Sriharjo saat memproduksi Srimi di rumah produksi, Sriharjo, Imogiri, Bantul, Kamis (18/1/2024). (Harian Jogja/Jumali)

Solopos.com, BANTUL — Kreativitas ibu-ibu di Mojoharjo, Kalurahan Sriharjo, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, patut diacungi jempol. Mereka memproduksi mi instan dan mi cup dari tepung mocaf dan dipasarkan secara luas.

Tepung mocaf merupakan modifikasi dari tepung singkong yang proses pembuatannya dilakukan dengan metode fermentasi.

Advertisement

Kreativitas ibu-ibu ini tidak hanya bertujuan untuk peningkatan perekonomian warga, tetapi juga menyadarkan pentingnya kesehatan.

Lurah Sriharjo, Titik Istiyawatun Khasanah, memaparkan berawal dari adanya bantuan dari Pemda DIY melalui Dana Keistimewaan (Danais) untuk pemberdayaan masyarakat.

Advertisement

Lurah Sriharjo, Titik Istiyawatun Khasanah, memaparkan berawal dari adanya bantuan dari Pemda DIY melalui Dana Keistimewaan (Danais) untuk pemberdayaan masyarakat.

Warga di Mojohuro pun memilih menggunakan Danais tersebut untuk memproduksi mi instan dan mi cup berbahan baku tepung mocaf. Alasannya, bahan baku mocaf yang berasal dari singkong mudah didapatkan di lingkungan sekitar.

“Setelah itu mereka mendapatkan pelatihan pada 2022 lalu. Setelah berdiri rumah produksi, akhirnya kami memberanikan diri me-launching produksi Srimi [Sriharjo Mi] pada akhir Desember 2023 lalu,” kata Titik ditemui di rumah produksi Srimi, Kamis (18/1/2024).

Advertisement

“Dengan dukungan Danais, kami didorong untuk mewujudkan ide dan saya pilih pakai mocaf untuk bahan baku membuat mi instan. Lalu pelatihan pada 2022, membuat rumah produksi di 2023 dan akhir Desember launching produk bernama Srimi,” katanya.

Pada tahap awal, kata Titik, ada lima warga yang dilibatkan dalam proses produksi. Kelima warga tersebut adalah ibu-ibu yang tergabung dalam PKK Kalurahan Sriharjo.

Kelima ibu-ibu tersebut bertugas untuk memproduksi mi, mulai dari mengubah singkong menjadi adonan dengan campuran mocaf, terigu dan tapioka. Setelah itu adonan digiling menggunakan mesin hingga menghasilkan potongan mi. Potongan mi tersebut kemudian dikukus dan dikeringkan.

Advertisement

“Setelah itu baru tahap pengemasan. Ada tiga produk kemasan yang kami produksi, yakni mi instan, cup dan ekonomi,” terang Titik.

Untuk harga yang ditawarkan, Titik menyebut ada tiga varian harga. Untuk Srimi dalam bentuk mi instan dibanderol Rp7.000 per bungkus, Rp8.000 untuk kemasan cup, dan Rp6.000 untuk kemasan ekonomi. Adapun rasa yang ditawarkan ada bakso dan ayam bawang.

“Khusus untuk varian ekonomi, tidak ada bumbunya. Hanya mi saja. Memang mahal, tapikan ini kami menjual nilai kesehatannya. Kita tahu manfaat dari tepung mocaf ini kan bagus untuk diet,” jelas Titik.

Advertisement

Selain itu, Titik juga berharap ke depan, warga Sriharjo bisa mengoptimalkan Srimi sebagai bahan yang dibawa masyarakat saat acara kematian (takziah). Sebab, warga Sriharjo punya budaya membawa mi instan saat takziah.

“Jadi nanti bisa kami modifikasi bahannya. Karena jika full memakai tepung mocaf tentu harganya mahal jika dibandingkan mi instan yang saat ini beredar,” kata Titik.

Menurut Titik, karena baru dalam tahap awal, maka produksi dari Srimi masih terbatas. Sejauh ini jumlah Srimi diproduksi sesuai dengan pesanan. Ke depan, pihaknya akan memproduksi secara massal dan menjualnya melalui offline maupun online.

“Kami sudah merancangnya. Untuk penjualan online, kami ada toko online lewat tokosrirejeki.com. Sedangkan untuk offline kami optimalkan gerai di rumah produksi ini,” ucap Titik.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Bantul, Agus Sulistyana, mengaku mengapresiasi langkah dari warga Sriharjo memproduksi mi.

Pasalnya, langkah tersebut tidak hanya bentuk pemberdayaan masyarakat dan upaya peningkatan perekonomian, akan tetapi juga wujud upaya ketahanan pangan.

“Apalagi bahan baku yang ada cukup banyak dan mudah ditemukan di Bantul,” terang Agus.

Untuk mendukung keberadaan produksi Srimi, Agus mengaku pihaknya siap untuk melakukan pendampingan. Utamanya perihal standardisasi produksi dan juga kepengurusan lisensi seperti dari BPOM dan Kemenag terkait dengan label Halal.

“Kami juga berharap warga sekitar mendukung keberadaan usaha ini. Ekosistem masyarakat juga harus tercipta agar usaha ini mampu berjalan optimal,” ucap Agus.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Srimi, Ini Dia Mi Berbahan Tepung Mocaf Karya Warga Sriharjo Imogiri

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif