SOLOPOS.COM - Karyawan pengepul kulit hewan ternak di Dusun Graulan, Desa Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo, membersihkan kulit kambing sebelum dilumuri garam sebagai pengawet, Jumat (25/9/2015). (Harian Jogja/Rima Sekarani I.N)

Iduladha 2015 ini, pengepul kulit bisa mengumpulkan hingga ribuan lembar

Harianjogja.com, KULONPROGO-Perayaan Idul Adha juga menjadi masa panen bagi para pengepul kulit hewan ternak. Mereka bisa mengumpulkan lebih dari 1.000 lembar kulit domba, kambing, dan sapi.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Tri Siwi Endarwati, mengaku bisa mendapatkan 1.000 hingga 2.000 lembar kulit hewan ternak selama musim Idul Adha. Tidak hanya dari sekitar Kulonprogo, melainkan juga Bantul dan Purworejo. “Kalau hari biasa cuma 100-200 lembar per minggu,” ungkap pengepul kulit di Dusun Graulan, Desa Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo, Jumat (25/9/2015).

Jika kulit kambing dan domba dihargai per lembar, kulit sapi dihitung per kilogram (kg). Tri memaparkan, dia membeli kulit domba dari masyarakat seharga Rp50.000-Rp60.000 per lembar dan Rp30.000-Rp35.000 per lembar untuk kulit kambing, tergantung kondisi fisiknya. Sedangkan kulit sapi saat ini dihargai sekitar Rp10.000-Rp12.000 per kg.

“Tahun ini lebih rendah gara-gara dolar. Tahun lalu, kulit sapi saja bisa lebih dari Rp20.000 per kg,” kata Tri.

Tri menjelaskan, kulit yang datang tidak bisa langsung dijual kembali. Kulit tersebut harus dibersihkan, termasuk sisa daging atau lemak yang terkadang masih menempel. Jika tidak, kulit akan cepat membusuk meski sudah digarami. “Usaha ini penuh risiko jadi harus teliti. Kalau masih ada gajihnya [lemak], garam jadi kurang terserap,” ujarnya.

Khusus masa Lebaran haji, garam yang dipakai bisa mencapai tujuh ton. Padahal biasanya mereka belum tentu bisa habis satu kuintal per minggu. Jumlah karyawan yang dipekerjakan juga lebih banyak, yaitu delapan orang. “Hari biasa cuma butuh satu atau dua orang,” ucap Tri.

Sayangnya, Tri belum bisa langsung menjual kulit yang terkumpul langsung ke perajin kulit atau pabrik. Dia masih melalui pengepul yang lebih besar atau bandar dari Magelang dan Semarang, Jawa Tengah. “Kalau langsung pabrik, syaratnya rumit. Butuh proses panjang,” ungkap perempuan 35 tahun itu.

Kondisi serupa juga dialami Sigit Rohmadi, pengepul kulit lain di Graulan. Dia mengaku kesulitan memenuhi syarat dan standar kelayakan yang ditetapkan pabrik. “Kapasitas kulit kami juga masih rendah, belum bisa langsung tembus pabrik karena tidak bisa memenuhi permintaan rutin,” kata Sigit.

Sementara itu, Kusnanto, warga Dusun Mabeyan, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, mengaku menjual kulit hewan kurban ke pengepul di Graulan setiap tahun. “Di sana [Galur] tidak ada pengepul,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya