SOLOPOS.COM - Paguyuban Batik Gendhis, Gunungkidul. (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Industri kecil menengah (IKM) di Gunungkidul dianggap belum siap menghadapi persaingan dalam penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Industri kecil menengah (IKM) di Gunungkidul dianggap belum siap menghadapi persaingan dalam penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada Desember mendatang.
Kepala Seksi Usaha Industri Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Energi Sumber Daya Mineral, Sakimin, mengungkapkan ketidaksiapan itu ditunjukkan IKM makanan olahan dari sisi pengemasan produk.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Selain itu, untuk IKM sektor lainnya, belum banyak yang mengurus pelabelan Standar Nasional Indonesia. Untuk sejumlah mereka bahkan juga belum didaftarkan menjadi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Kesadaran kurang. Selain itu, pengurusannya juga lama. Ada yang sudah mengajukan sejak 2011 namun sampai sekarang tidak jelas hasilnya,” ungkap Sukimin, Kamis (9/4/2015).

Dari 20.921 perajin produk IKM, baru ada lima produk yang terdaftar HAKI sedangkan 12 lainnya masih dalam proses pengajuan HAKI.

Di Gunungkidul ada lima industri manufaktur yang dikelola masyarakat dan mendapatkan pembinaan dari Pemkab Gunungkidul, yakni pangan, sandang kulit, kimia bahan bangunan, logam elektronika dan kerajinan.

Staf Seksi Usaha Industri Disperindagkop ESDM Gunungkidul Kun Muryono menyebutkan sisi lain ketidaksiapan IKM. Antara lain belum sampai 5% dari total perajin yang berminat memasarkan produk secara online, daya kreasi yang minim akibat memilih untuk memproduksi sesuai pesanan, sulitnya bahan baku, minim permodalan dan masih rendahnya jiwa wirausaha.

Seorang perajin caping kerucut dari bambu di Kecamatan Ngawen, Tusimin, mengakui dibutuhkan peran pemerintah untuk membantu perajin siap menghadapi MEA.

Misalnya, perajin diberi kesempatan studi banding ke daerah lain untuk meningkatkan jiwa wirausaha dan kreasi kerajinan.

Dia mencontohkan pernah mengikuti pelatihan dari Disperindagkop ESDM Gunungkidul sekaligus studi banding ke Magetan, Jawa Timur. Dari pelatihan itu, Tusimin diberi pembekalan untuk membuat lebih banyak bentuk kerajinan agar tidak hanya bisa membuat caping dari bambu. “Itu yang perlu dilakukan pemerintah,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya