Harianjogja.com, JOGJA- Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Daerah Istimewa Yogyakarta meyakini sektor industri kreatif setempat akan terus berkembang sehingga mampu menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.
“Sampah saja bisa diubah menjadi produk bernilai jual tinggi. Saya kira masyarakat Jogja memiliki keunggulan di bidang itu, hanya saja perlu terus kita dorong,” kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) DIY Eko Witoyo, Rabu (20/8/2014).
Menurut dia, DIY memiliki potensi yang tinggi untuk memaksimalkan sektor industri kreatif. Hal itu dilihat dari potensi sumber daya manusia (SDM) yang unggul untuk mengembangkan sektor tersebut. Walaupun dari sisi persediaan bahan baku masih terbatas.
“Dengan masih bertahannya SDM kreatif di DIY maka masih mampu berkompetisi dengan masuknya produk-produk dari luar negeri,” kata dia.
Menurut dia, dorongan di sektor industri kreatif secara nasional telah sesuai dengan instruksi presiden (inpres) nomor 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
“Khususnya bagi yang sekarang yang telah menggeluti usaha, saya harap untuk lebih menekuni sektor industri kreatif, karena memiliki nilai tambah yang tinggi,” kata dia.
Sesuai data terakhir Disperindagkop DIY, terdapat 83.000 orang yang telah terjun di sektor UKM. Sebagian besar didominasi industri kecil yang bergerak di sektor industri kerajinan dan makanan.
Sekretaris Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Endro Wardoyo mengatakan produk-produk furnitur serta kerajinan Indonesia khususnya di DIY saat ini masih memiliki keunggulan dibanding produk luar negeri.
Keunggulan tersebut antara lain terlihat pada sentuhan tangan perajin pada kerajinan yang berbeda dengan produk industri dari luar negeri.
“Meski perlu dukungan dari pemerintah, produk-produk kerajinan kami berani bersaing di kancah perdagangan bebas. Tiongkok misalnya, saat ini lebih mengagumi produk-produk Indonesia karena memiliki nilai estetika dari sentuhan tangan langsung perajin. Sementara produk-produk minimalis, mereka sudah jenuh,” kata dia.