SOLOPOS.COM - Meski jembatan kondisinya rusak, warga tetap nekat melintasi Jembatan Nambangan di Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Senin (9/1/2017). (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Infrastruktur Bantul berupa jembatan di Nambangan bakal tertunda penanganannya

Harianjogja.com, BANTUL-Jumlah infrastruktur jembatan yang mangkrak dipastikan bertambah di Bantul. Hal itu menyusul kecilnya kemungkinan upaya perbaikan Jembatan Nambangan yang menghubungkan antara Dusun Nangsri dan Dusun Nambangan, Desa Seloharjo.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Hal itu disampaikan sendiri oleh Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bantul Yudo Wibowo. Saat ditemui di kantornya, Senin (9/1/2017) pagi, ia mengakui penanganan jembatan yang melintang di atas Sungai Oya itu semestinya ada di pihak Pemerintah DIY berdasarkan pengajuan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul.

Dijelaskannya, sebagai pihak pengusul, besar kemungkinan nantinya pihak Pemkab Bantul akan dibebani perihal pembebasan lahannya. Hal inilah yang menurut Yudo menjadi salah satu kendala terbesar.

Berbeda dengan saat pembangunan Jembatan Soka yang berada di sisi selatan Jembatan Nambangan tahun 2013 silam, beban pemerintah tak begitu besar. Selain bentang yang tak selebar Jembatan Nambangan, jumlah Kepala Keluarga (KK) di sekitar Jembatan Soka yang dibebaskan bisa pun tak terlalu banyak.

“Kalau di Jembatan Soka, hanya ada satu KK saja. Sedangkan kalau di sekitar Jembatan Nambangan, ada setidaknya 23 KK,” ucap Yudo.

Sebenarnya Jembatan Nambangan sudah ditutup secara resmi oleh pihak kepolisian beberapa pekan lalu. Namun kenyataannya warga lebih memilih untuk nekat melintasi jembatan itu dengan cara membongkar palang pengaman di pintu jembatan.

Dengan kondisi rangka fisik jembatan saat ini, ia menilai pembangunan jembatan baru mutlak diperlukan. Itulah sebabnya, jika hal itu dilakukan, praktis akan menelan biaya yang sangat besar.

Saat dilakukan kajian 2013 silam, perkiraan anggaran untuk membangun Jembatan Nambangan itu mencapai Rp22 miliar. Sedangkan untuk Jembatan Soka hanya berkisar 14 miliar saja. “Pertimbangan biaya lah ketika itu Pemerintah [DIY] akhirnya memilih membangun Jembatan Soka,” terang Yudo.

Tak hanya itu, Yudo juga mengakui adanya cagar budaya di sekitar jembatan itu membuat pemerintah kesulitan dalam melakukan pembangunan.  Ketatnya regulasi terkait cagar budaya jelas akan membuat pemerintah dihadapkan pada prosedur yang rumit. “Kalau urusannya cagar budaya, jelas rumit kan,” keluhnya.

Sebaliknya, pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY justru membantahnya. Kepala Seksi Pelestarian Cagar Budaya BPCB DIY Wulan Astuti menegaskan, pihaknya tidak akan mempersulit jika ada pihak yang memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan masyarakat.

Diakuinya, di kawasan Jembatan Nambangan itu memang terdapat satu titik cagar budaya di sisi barat jembatan. Meski bangunan yang dulu berfungsi sebagai pintu air mekanis itu kini tak berfungsi lagi, Wahyu menegaskan bahwa bangunan itu sudah tercatat sebagai cagar budaya.

Itulah sebabnya, ia menyarankan agar  pihak terkait segera berkoordinasi dengan BPCB terkait rencana pembangunan jembatan tersebut.

Dengan begitu, keberadaan cagar budaya akan bisa sinergi dengan fasilitas umum yang biasa digunakan oleh masyarakat. Selama tidak mengubah bentuk otentik dari cagar budaya itu, pembangunan jembatan tetap bisa dilakukan.

“Kirim surat saja dulu ke kami. Berdasar surat itu, kami akan lakukan kajian. Prosesnya tidak lama kok,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya