SOLOPOS.COM - Warga RT 2 Dusun Banyakan II Desa Srimulyo, Piyungan menambal semua lubang pembuangan saluran limbah pabrik penyamakan kulit di kawasan Dusun Banyakan II Desa Srimulyo. (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

IPAL Komunal dapat menjadi solusi efektif.

Harianjogja.com, BANTUL — Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang digadang-gadang menjadi solusi atas polemik terkait pembuangan limbah cair belasan pabrik penyamakan kulit di Dusun Banyakan II, Desa Sitimulyo , Piyungan, sepertinya sulit direalisasikan. Pasalnya, pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bantul membantah adanya rencana pembangunan fisik IPAL Komunal tersebut.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Baca Juga : IPAL Komunal Masih Sebatas Wacana atasi Pencemaran Lingkungan

Seperti diketahui, saat digelarnya mediasi antara pemilik pabrik dan warga, Selasa (18/4/2017) lalu di Balai Desa Sitimulyo, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sempat melontarkan wacana pembangunan IPAL Komunal tersebut. Kabarnya, rencana itu sudah diusulkan hingga sampai Bappeda Bantul.

Meski begitu, Kepala Bidang Penataan Hukum dan Pengembangan Kapasitas DLH Sukamta berpendapat, keberadaan IPAL Komunal itu akan menjadi solusi jika pihak pemilik pabrik tetap memperhatikan kualitas limbah cairnya. Menurutnya, selama limbah cair pabrik tetap melampau standar baku mutu, maka pengolahan di IPAL Komunal pun tetap tak akan maksimal.

“Percuma saja kalau nanti ada IPAL Komunal kalau limbah cair yang keluar dari pabrik masih melampaui standar baku mutu,” ucapnya, Kamis (20/4/2017).

Seperti diketahui, dari hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh sebagian pabrik penyamakan kulit yang ada di Dusun Banyakan II, terbukti bahwa limbah cair mereka masih melampaui standar baku mutu. Itulah sebabnya, menurut Sukamto, solusi terbaik sebenarnya terletak pada pihak pemilik pabrik itu sendiri. “Menurut saya, yang terpenting sebenarnya pada pengolahan limbah cair itu saja dulu,” katanya.

Sementara IPAL Komunal itu nantinya akan dimanfaatkan untuk mengolah limbah cair yang dibuang oleh masing-masing pabrik. Itulah sebabnya, pengolahan limbah cair di IPAL Komunal akan lebih optimal jika kondisi limbah cair yang dikeluarkan masing-masing pabrik tak begitu jauh melampaui standar baku mutu.

Hal itu pun sebenarnya disadari oleh pihak pengusaha. Haryono, staf Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) pun sebelumnya mengakui bahwa solusi terbaik terhadap polemik tersebut adalah dibangunnya IPAL Komunal di lingkungan pabrik.

Dikatakannya, sistem pengolahan limbah masing-masing pabrik tak sama. Pasalnya, masing-masing pabrik itu memiliki kemampuan finansial yang berbeda-beda.

Selain itu, kualitas air sisa pengolahan limbah pun ditentukan oleh kualitas bahan baku yang digunakan. Dikatakan Haryono, semakin jadi bahan baku yang digunakan, maka semakin pendek pula proses pengolahan limbahnya. “Karena ada bahan baku yang sebenarnya sudah setengah jadi, dan tidak membutuhkan proses panjang untuk pengolahannya. Seperti yang dipakai PT ASA ini,” ucapnya.

Kepala Bappeda Bantul Fenty Yusdayati menambahkan idealnya, sebelum melakukan pembangunan fisik, pemerintah akan melakukan kajian terlebih dulu. Setelah itu, barulah dilakukan penyusunan Detail Engineering Design (DED).

“Barulah setelah itu dilakukan pembangunan fisik. Jadi tidak mungkin juga dilakukan di tahun 2018,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya