Jogja
Rabu, 7 Mei 2014 - 11:35 WIB

Istilah Cina Tak Lagi Digunakan, Warga Tionghoa Syukuri Keppres 12/2014

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Arif Budiwijaya (kanan) saat menerima Pemimpin Redaksi Harian Jogja Adhitya Noviardi, Selasa (6/5/2014). (JIBI/Harian Jogja/Gilang Jiwana)

Harianjogja.com, JOGJA-Angin segar bagi warga etnis Tionghoa berembus seiring disahkannya Keputusan Presiden No. 12/2014 yang ditandatangani 14 Maret 2014 lalu. Keputusan itu menetapkan penggantian seluruh istilah Cina dengan Tionghoa untuk penyebutan nama etnis dan Tiongkok untuk menyebut negara terluas di Asia itu.

Tokoh masyarakat Tionghoa Arif Budiwijaya dalam pertemuan dengan jajaran redaksi Harian Jogja di sekretariat Paguyuban Warga Tionghoa Bhakti Putera Jogja, Selasa (6/5/2014) mengaku gembira dengan diresmikannya keputusan itu. Menurut dia, keputusan ini menandai lembaran baru kerukuranan masyarakat di Indonesia.

Advertisement

Arif mengatakan, warga etnis Tionghoa memiliki pengalaman buruk dengan istilah “Cina” yang digunakan selama ini. Pasalnya istilah itu memiliki makna konotasi yang buruk. “Kata itu memiliki konotasi yang diskriminatif dan bersifat merendahkan, apalagi kadang digunakan sebagai umpatan yang membuat kami merasa tertekan,” ujar dia.

Pengalaman buruk dengan istilah itu, menurut Arif, muncul akibat banyaknya ancaman yang dilayangkan dengan menggunakan istilah itu untuk mengintimidasi warga Tionghoa di Indonesia.
Sehingga muncul rasa trauma di benak warga tiap kali istilah tersebut digunakan.

Istilah Cina awalnya muncul berdasarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 yang dikeluarkan 28 Juni 1967. Surat yang disahkan pada pemerintahan Presiden Soeharto itu menginstruksikan untuk menggunakan istilah Tjina/Cina sebagai pengganti istilah Tionghoa/Tiongkok.

Advertisement

Dengan disahkannya Keppres No.12/2014, maka Surat Edaran presidium Kabinet Ampera itu praktis tak lagi digunakan dan istilah Tionghoa/Tiongkok dikembalikan penggunaannya untuk menggantikan istilah Cina. “Tentu kami berbahagia dengan keputusan itu,” imbuh Arif.

Pemimpin Redaksi Harian Jogja, Adhitya Noviardi mengatakan, sejak sebelum Keppres itu disahkan surat kabarnya telah mengganti istilah Cina dengan Tionghoa/Tiongkok.
Menurut dia, langkah ini diambil untukk menghindari kesan negatif yang melekat pada istilah yang telah puluhan tahun digunakan itu.

“Sudah sejak lama kami berkomitmen untuk menghindari istilah itu untuk menghindari kesan buruk yang melekat,” tandasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif