SOLOPOS.COM - Ilustrasi perawatan pasien di rumah sakit (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Jaminan kesehatan warga miskin di Sleman dan Gunungkidul terkatung-katung

Harianjogja.com, JOGJA – Komisi D DPRD DIY menyayangkan kebijakan sektor kesehatan di Kabupaten Sleman dan Gunungkidul yang belum melakukan konversi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

Akibatnya pemilik kartu Jamkesda di dua kabupaten itu terkatung-katung karena Jamkesda dihentikan penggunaannya per 1 Januari 2017. Terkait hal itu, Komisi D DPRD DIY memanggila Dinas Kesehatan DIY untuk meminta klarifikasi dalam rapat kerja yang digelar, Senin (9/1/2017) kemarin.

Sekretaris Komisi D DPRD DIY Muhammad Yazid mengatakan, pihaknya mendapatkan komplain dari banyak warga Sleman dan Gunungkidul terkait persoalan itu. Pengguna Jamkesda di kedua kabupaten itu mencapai 11.000 orang.

Mereka tidak bisa menggunakan layanan kesehatan gratis itu lagi karena belum melakukan konversi dari Jamkesda ke BPJS. Mestinya konversi harus segera dilakukan oleh kabupaten sehingga tidak terjadi kevakuman dan masyarakat pemilik kartu Jamkesda tetap terlayani dengan baik.

“Awalnya saya dan beberapa anggota dewan mendapat komplain dari masyarakat, terutama Sleman dan Gunungkidul. Pemegang kartu Jamkesda sudah tidak bisa menggunakan lagi. Mestinya ketika kabupaten tidak memberlakukan kepesertaan Jamkesda itu sudah haruss dikonversi di BPJS,” ungkapnya di DPRD DIY kemarin.

Menurutnya, di beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas sudah memasang pamflet bahwa Jamkesda sudah tidak bisa berlaku. Pihaknya sengaja memanggil Dinas Kesehatan DIY agar segera ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan  Dinkes di kedua kabupaten.

Yazid mengusulkan, jika kedua kabupaten itu belum menganggarkan konversi ke BPJS, Provinsi tentu masih mampu memback-up, karena Pemda DIY telah menyiapkan Rp75 miliar untuk anggaran Jamkessos di 2017. “Kasihan masyarakat pemegang Jamkesda, kalau seandainya sakit, dia tidak bisa gunakan haknya,” kata dia.

Ia mengatakan, meski saat ini, pembayaran klaim BPJS dilakukan di belakang namun belum dikonversikannya Jamkesda, membuat kesempatan klaim masyarakat menjadi berkurang. Kebijakan itu membuat masyarakat miskin dirugikan, sementara pihak asuransi justru diuntungkan.

“Kami belum tahu [sudah dianggarkan kabupaten atau belum] kalau premi itu sudah dibayarkan, artinya kan tidak ada klaim dari masyarakat sehingga yang diuntungkan adalah pihak asuransi,” tegasnya.

Kepala Seksi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Dinkes DIY Puspita Ekowati menyatakan, pihaknya akan melakukan klarifikasi ke Gunungkidul dan Sleman terkait informasi dari Komisi D DPRD DIY. “Setelah menyampaikan ke atasan, kami akan segera konfirmasi ke Sleman dan Gunungkidul,” kata dia di DPRD DIY.

Ia mengakui, setelah dinyatakan tidak berlaku lagi, seharusnya Jamkesda langsung diintegrasikan dengan BPJS sehingga masyarakat tetap terlayani.

Integrasi Jamkesda ke BPJS itu sejatinya telah ada dalam roadmap Dewan Jaminan Nasional 2014 – 2016 dan ditarget menjadi kepesertaan BPJS total pada 2019. Integrasi itu bisa dilakukan secara bertahap, sehingga pihak yang belum melakukan integrasi masih memiliki kesempatan. “Integrasi bisa dilakukan di 2017 hingga 2018,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya