SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

JJLS Bantul masih terganjal masalah.

Harianjogja.com, BANTUL — Pembebasan lahan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Parangtritis, Kretek, Bantul terganjal polemik tanah. Sebagian lahan yang dilalui JJLS statusnya tidak jelas.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Desa Parangtritis, Kretek, Bantul Karjono mengatakan, lahan JJLS seluas sepuluh hektare yang melintasi tiga dusun di wilayahnya berstatus tidak jelas pemiliknya.

“Ada di Dusun Grogol Tujuh, Grogol Delapan dan Grogol Sepuluh,” terang Karjono, Kamis (3/6/2016).

Lahan tak memiliki status hak milik itu dikenal warga dengan nama tanah tutupan. Sebelum zaman penjajahan Jepang, tanah tersebut dimiliki oleh warga setempat dibuktikan dengan dokumen Letter C yang dipegang oleh Pemerintah Desa. Saat Jepang berkuasa, tanah itu diambil oleh oleh penjajah.

“Jadi kepemilikan Letter C itu dicoret,” papar dia.

Setelah negara ini merdeka, status tanah tersebut tidak jelas siapa pemiliknya. Tidak ada pengembalian tanah tersebut ke warga oleh negara maupun pengambilalihan oleh negara. Namun warga selaku ahli waris warga pemilik tanah (sebelum Jepang berkuasa) tetap mengelola lahan itu dengan menanaminya tanaman pangan. Beberapa tahun lalu, warga sempat menuntut kejelasan tanah tersebut ke Pemkab Bantul namun belum membuahkan hasil sampai sekarang.

Kini muncul rencana pemerintah hendak membebaskan sepuluh hektare dari total 106 hektare tanah tutupan untuk keperluan JJLS.

“Sudah disosialisasikan ada sepuluh hektare yang terkena JJLS,” ujarnya. Juni ini pemerintah menargetkan mengukur lebih detail tanah yang akan dilalui JJLS.

Rencana pembangunan JJLS itu memunculkan polemik di kalangan warga yang merasa memiliki tanah tutupan. Warga berharap mendapat ganti rugi lahan karena mereka mengklaim sebagai pemilik tanah tanpa legalitas kepemilikan tersebut.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bantul Heru Suhadi mengakui polemik dan status tanah tutupan itu bakal mengganjal pembebasan lahan JJLS.

“Jelas bakal membuat pembebasan semakin lama kalau status tanah itu belum jelas,” papar Heru Suhadi.

Kendati demikian, Pemkab Bantul kata dia tidak terlibat intens dalam ganti rugi pembebasan lahan karena masalah itu ditangani Pemda DIY.

“Kami biasanya dilibatkan dalam hal sosialisasi,” lanjutnya lagi.

Biaya ganti rugi pembebasan lahan itu menggunakan Dana Keitimewaan (Danais) sejak tiga tahun terakhir. Sebelumnya, biaya pembebasan lahan ditanggung oleh Pemerintah DIY dan Pemkab Bantul.

Sejatinya kata Heru, proses pembebasan lahan JJLS kini telah memasuki babak akhir. Desa Parangtritis merupakan desa terakhir yang dilewati JJLS di Kabupaten Bantul. Saat ini, pembangunan jalan sudah memasuki Kecamatan Kretek meski belum sampai ke Desa Parangtritis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya