SOLOPOS.COM - Titik tengah ruas JJLS di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang. (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

JJLS di Gunungkidul belum tuntas membebaskan lahan

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Pembebasan lahan untuk Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di sejumlah Desa, Kecamatan Girisubo belum semuanya selesai. Dari enam desa yang dilalui JLLS, baru ada sebagain desa yang sudah mulai dilakukan pembebasan lahan dan pembayaran.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Camat Girisubo, Sukamto mengatakan lahan yang dilalui JJLS di enam desa, yakni Desa Jerukudel, Tileng, Karangawen, Balong, dan Jepitu belum semua dilakukan pembebasan lahan.

Menurut dia, baru Desa Jerukudel yang sudah selesai dilakukan penilaian oleh tim appraisal dari Pemda DIY. “Sebagian sudah ada pembayaran ke pemilik lahan, belum semuanya” ujarnya, Kamis (2/2/2017).

Sementara itu, di sejumlah desa kata dia baru dilakukan uji publik oleh pemerintah. Dan dalam uji publik tersebut mayoritas warga menyatakan persetujuannya terhadap adanya pembangunan JLLS. Camat yang baru menjabat sejak awal Januari itu pun mengaku tidak ada kendala berarti dalam proses pembebasan lahan di Girisubo.

Lebih jauh, saat ditanya perihal harga lahan yang ditetapkan per meter perseginya, Sukamto mengaku tidak mengetahui secara persis. Pasalnya harga lahan setiap titik yang digunakan untuk JJLS bisa berbeda-beda, tergantung pada penilaian yang dilakukan oleh tim appraisal.

Namun dia mengakui memang harga tanah yang berada di sekitar calon lokasi pembangunan JLLS menjadi naik berkali-kali lipat.

“Iya tentunya berpengaruh terhadap harga-harga tanah yang berada di sekitar JJLS. Sudah menjadi barang tentu karena akan menjadi jalur utama, sehingga berpengaruh terhadap dinamika perekonomian,” ujarnya.

Kendati demikian, meskipun harga tanah melonjak tinggi, menurutnya masyarakat tidak lantas serta merta menjual tanahnya. Pasalnya sejumlah warga yang tanahnya di lalui jalur JJLS tidak semua dibeli oleh pemerintah. Sehingga kata dia masih banyak di antaranya yang tetap bertahan mendiami sisa lahanya tersebut.

“Warga biasanya masih punya tanah yang bisa dimanfaatkan, jadi tidak pindah. Seandainya belakangnya gunung ya mereka lebih memilih meratakan gunung itu,” kata Sukamto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya