Juru pemantau jentik di Kulonprogo melibatkan siswa SD
Harianjogja.com, KULONPROGO- Upaya pencegahan demam berdarah kini diperlebar hingga ke kalangan anak-anak SD. Sekedar penyuluhan dan pendampingan pastinya bukan hal menarik bagi bocah-bocah ini.
Maka jadilah mereka dilibatkan sebagai juru pemantau jentik cilik (jumalik) untuk pastikan jentik di sekitarnya habis dibasmi.
Sejumlah siswa kelas 4 SD duduk rapi sambil mendengarkan penjelasan dari salah satu mahasiswa yang mengenakan jas almamater. Suasana yang nampak tertib itu tak berlangsung lama.
Sejumlah siswa kelas 4 SD duduk rapi sambil mendengarkan penjelasan dari salah satu mahasiswa yang mengenakan jas almamater. Suasana yang nampak tertib itu tak berlangsung lama.
Anak-anak usia 10 tahun tersebut kemudian segera bubar untuk kemudian berdesak-desakkan mengelilingi mahasiswa lain. Tak cukup puas sekedar mengelilingi, beberapa bahkan berusaha lebih tinggi dari teman-temannya dengan berjinjit sambil melongokkan kepala mereka setinggi-tingginya.
Mahasiswa yang dihujani dengan perhatian anak-anak tersebut lalu meminta mereka untuk tenang dan menyimak penjelasannya. Berbekal senter dan baskom berisi air, ia kemudian menjelaskan pada mata-mata penuh rasa ingin tahu itu mengenai makhluk yang berdiam di wadah tersebut.
Mahasiwa ini kemudian menyerahkan senternya pada salah satu anak untuk menyorot sendiri makhluk yang bisa menyebabkan penyakit Demam Berdarah (DBD) ini.
Setelah tiap murid sudah mendapatkan gilirannya, mahasiswa itu kemudian menjelaskan apa itu jentik-jentik dan penyakit yang mungkin dibawanya.
Anak-anak itu kemudian diam menyimak sampai sesaat kemudian mulai rebut berseru bahwa mereka pernah menemukan jentik-jentik itu di beberapa tempat. Kesempatan itu kemudian dimanfaatkan untuk meminta anak-anak itu membasmi jentik-jentik serta sarangnya.
Acara tersebut merupakan program pelatihan dasar pencegahan DBD yang diberikan pada anak-anak. Bahkan, anak-anak ini kemudian diberikan istilah tersendiri yakni jumalik yang berarti juru pemantau jentik cilik.
“Ada perwakilan 3 orang dari seluruh SD di Pengasih,” ujar Andi Desi Ulfiani, salah satu mahasiswa UGM penggagas program ini pada Harian Jogja, beberapa waktu lalu.
Sebagaimana jumantik,para jumalik ini juga diberikan pengetahuan pelaksanaan 3M dan pola hidup sehat dan bersih. Sebagai calon dokter, Desi menyebutkan bahwa pendidikan ini akan lebih efektif pada anak usia dini. Terlebih lagi, anak-anak ini masih memiliki rasa ingin tahu dan kepedulian yang jauh lebih besar daripada orang dewasa.
Meski baru mampu mengedukasi 3 murid di tiap sekolah, Desi dan rekan-rekannya berharap para murid ini bisa menularkan pengetahuan dan kepeduliannya untuk memberantas jentik nyamuk. “Fogging bukan solusi,”ujar Desi.
Gadis berhijab ini kemudian menuturkan bahwa fogging hanya mampu membunuh nyamuk dewasa dan larva, sedangkan telur dan jentiknya akan tetap hidup.
Menurutnya, kegiatan ini terinspirasi dari riwayat Pengasih sebagai daerah endemis karena memiliki kasus DBD tiga tahun berturut-turut. Dari total 2983 KK di Pengasih, Desi menjelaskan bahwa hanya 1129 KK yang bebas dari jentik. Fakta ini kemudian dikombinasikan dengan kemampuannya dan rekan-rekannya di dunia kesehatan.