SOLOPOS.COM - Adegan dialog antara Jaka, Ibu dan Ayah dalam pementasan teater Lilin (Gilang Jiwana/JIBI/Harian Jogja)

Kampus Jogja, UAJY mengkritisi sistem pendidikan Indonesia

Harianjogja.com, JOGJA— Mengkritisi kondisi pendidikan di Indonesia tak melulu melalui forum diskusi. Teater Lilin Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menyampaikan kegalauan mereka akan sistem pendidikan di Indonesia melalui pementasan teater “Jaka”.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Digelar di gedung Societat Taman Budaya Yogyakarta Kamis (9/6/2016) malam, pementasan teater ini mengisahkan perjalanan hidup seorang perupa sukses Jaka Nareswara. Jaka yang berasal dari keluarga kurang mampu di kampung menjadi tumpuan harapan orangtuanya untuk mengentaskan mereka dari kemiskinan. Dia pun diminta melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah sesuai keinginan kedua orangtuanya yang bernggpan kuliah akan menjamin masa depan Jaka. Namun Jaka memiliki kehendak berbeda.

Sutradara sekaligus penulis naskah Jaka, Yosef Guelbertus Ehe Weking membeberkan ide naskah ini muncul dari fenomena pendidikan di Indonesia yang dinilainya salah arah. Pendiikan yang mestinya membebaskan justru menyesatkan dan mematikan berbagai kreatifitas. Banyak kebebasan yang mestinya diakomodir oleh sistem pendidikan ternyata tidak ditangani dengan baik.

“Hasilnya pelaku pendidikan entah pengajar atau peserta didik tidak mengalami kebebasan dan independensi yang jelas,” kata sosok yang akrab disapa Oscar itu,

Gaya bercerita kilas balik digunakan dalam pementasan naskah original karya Oscar dan Ardhea Puspitarahma ini. Prolog adegan dilakukan di lobby Societat dan melibatkan pengunjung sehingga memunculkan kesan interaktif yang menarik. Setelah babak prolog usai, penonton pun diarahkan masuk ke teater utama dengan alunan gamelan bernada rancak. Di ruang teater inilah kisah hidup dan kebimbangan Jaka dalam memilih jalan hidupnya diceritakan secara gamblang.

Pementasan Teater Jaka ini merupakan pamungkas dari rangkaian acara Lilin Art Movement to Build Educarion (LAMBE) yang baru pertama kali digelar. LAMBE kali ini mengusung tema Se’olah Kritis: Restorasi Ruang Pendidikan yang digelar sejak Sabtu (4/6). Selama rangkaian acara ini Teater lilin sudah menggelar Rembug Pendidikan serta pameran buku di Lobby Societat TBY.

Koordinator Acara Felicia Katherine menuturkan LAMBE merupakan eksperimen baru Teater Lilin untuk menampilkan kritik-kritik sosial terutama di dunia pendidikan. Berbeda dengan pementasan Teater Lilin lainnya, LAMBE menggabungkan seluruh kesenian yang ada di dalam Teater Lilin.

“Dalam pementasan ini kami melibatkan seluruh elemen teater lilin, dari teater, sastra, gamelan dan musik modern,” Tutur Feli.

LAMBE pun rencananya tak sekadar menjadi agenda rutin Teater Lilin. Feli menuturkan mereka berharap kritik yang mereka sampaikan bisa benar-benar merasuk ke penonton yang menyaksikan pergelaran ini dan perlahan mengubah situasi pendidikan Indonesia menjadi lebih baik dan mendukung kreatifitas.

“Apa artinya pendidikan bila dalam proses itu kebebasan dan kemerdekaan memilih tak dijamin,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya