SOLOPOS.COM - Ilustrasi (huffingtonpost.com)

Kasus begal palsu di Kulonprogo tengah

Harianjogja.com, KULONPROGO – Subardiyanto alias Kelik dituntut tujuh bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum, Senin (25/5/2015). Tuntutan itu disampaikan dalam persidangan lanjutan kasus begal palsu yang dilakukan anggota Satpol PP ini.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

JPU Meladissa dihadapan Majelis hakim Pengadilan Negeri Wates menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana laporan palsu. Sesuai dengan pasal 220 KUHP, Kelik telah melakukan laporan palsu atas tindakan penjambretan yang dilakukannya sendiri.

“Selain itu, pertimbangan kami, terdakwa juga telah merusak citra PNS Kulonprogo dan institusinya. Dalam menyampaikan keterangan terdakwa juga berbelit-belit di persidangan,” ungkap Meladissa

Kasus laporan palsu itu berawal dari pernyataan Bardi yang mengaku dirinya telah mengalami tindakan penjambretan disertai kekerasan kepada polisi dari Polsek Pengasih pada Minggu (15/3/2015) lalu. Namun, usai dilakukan penyelidikan oleh petugas, laporan yang disampaikan Bardi terkesan janggal, hingga akhirnya dirinya mengakui telah merekayasa kejadian itu. Belakangan, alasan Bardi kepada penyidik melakukan tindakan tersebut karena akan menikahi calon istri barunya. Atas laporan palsu itu, Bardi didakwa dengan pasal 220 KUHP tentang tindak pidana memberikan keterangan palsu pada penyidik.

Dalam persidangan sebelumnya, Bardi telah mengakui perbuatannya memberikan keterangan palsu kepada polisi. Namun, keterangan yang disampaikan dalam persidangan kedua lalu, berbelit-belit hingga membuat majelis hakim yang diketuai Hakim Esther Megaria Sitorus geram.

Penasihat hukum terdakwa Rendy Dastian mengungkapkan, pada persidangan selanjutnya pihaknya akan mengajukan pembelaan. Rendy mengaku akan menghadirkan pihak ketiga, dalam hal ini calon istri terdakwa.

“Kami akan ajukan pembelaan, dengan menghadirkan pihak ketiga. Terdakwa maupun keluarga calon istrinya sudah tidak ada masalah. Kami akan sampaikan di persidangan selanjutnya, agar hakim juga melihat,” ujar Rendy.

Bahkan, lanjut Rendy, surat damai antara terdakwa dan pihak ketiga diharapkan dapat menjadi pertimbangan keputusan hakim. Rendy juga menilai, tuntutan JPU terlalu berat bagi kliennya.

“Status PNS seperti yang disampaikan JPU menjadikan poin berat bagi klien kami. Menurut kami, hakim lebih baik menggunakan psikologis daripada nateri normatifnya,” tandas Rendy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya