SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Kasus hibah persiba, saksi memberikan keterangan yang berubah-ubah.

Harianjogja.com, JOGJA-Keterangan saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi dana hibah Persiba Bantul Rp12,5 miliar yang melibatkan terdakwa Dahono, mantan bendahara Persiba, dan Maryani, pihak ketiga penyedia jasa biro travel, dinilai berbelit-belit.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (6/5/2015) menghadirkan lima orang saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Bantul Abu Dzarin Noorhadi, Bedjo Utomo, Suparjo, Sekretaris DPPKAD Ari Purwaningsih, dan Bendahara Kantor Pemuda dan Olahraga Bantul Sudaryati.

Majelis hakim yang diketuai Barita Saragih dan beranggotakan Sam Suradi dan Esther Megaria Sitorus menanyakan kepada para saksi perihal mekanisme pencairan dan pelaporan dana hibah.
Sudaryanti sempat membuat Barita Saragih meradang karena berubah-ubah jawaban saat menjawab pertanyaan hakim. Ketika itu, Barita menanyakan landasan Bendahara Kantor Pemuda dan Olahraga Bantul tersebut memberikan slip pencairan dana hibah senilai Rp3 miliar secara langsung ke Bendahara Persiba.

Menurut dia, pencairan dana hibah lebih pas jika disampaikan langsung ke ketua KONI.

“Kalau disampaikan ke Ketua KONI dalam hal ini Idham Samawi lebih pas, atau yang memberikan Kepala Kantor Pemuda dan Olahraga ke Ketua KONI, seharusnya saudara bertanya alasannya kepada pimpinan,” tutur hakim.

Menjawab pertanyaan hakim, awalnya Sudaryati mengaku tidak paham prosedur. Kemudian berubah lagi dengan mengemukakan alasan percaya dengan atasan.

“Ini perintah lisan dari kepala kantor,” ujar Sudaryati.

Sementara melalui keterangan saksi Abu Dzarin Noorhadi didapat fakta dasar hukum pencairan dana hibah tahap selanjutnya menggunakan Perbup No.1/2011 yang baru dikeluarkan pada Juli 2011, namun tertanggal Januari 2011.

Barita menilai hal ini tergolong retroaktif [berlaku surut] dan diminta untuk menghadirkan bukti dan saksi yang menjelaskan keadaan tersebut.

Dahono dan Maryani dijerat dakwaan primer melanggar Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Ayat 1 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 UU No.31/1999 dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara.

Dalam sidang dakwaan sebelumnya dipaparkan kerugian negara akibat perbuatan terdakwa berdasar perhitungan jaksa sebesar Rp1,04 miliar. Sementara perhitungan inspektorat Rp740,9 juta, dan perhitungan BPKP senilai Rp817,9 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya