Jogja
Jumat, 16 Oktober 2015 - 20:20 WIB

KASUS KORUPSI JOGJA : Beda Persepsi Memperlambat Pelimpahan Berkas PT AMI

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kasus korupsi Jogja untuk PT AMI terjadi perbedaan pandangan.

Harianjogja.com, JOGJA-Berkas kasus dugaan korupsi penyertaan modal Rp10 miliar yang melibatkan tersangka Mantan Direktur PT Anindya Mitra Internasional (AMI) Topan Satir baru dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada akhir Oktober.

Advertisement

Perbedaan persepsi antara jaksa penuntut umum dan penyidik disinyalir memperlambat proses melengkapi berkas perkara. (Baca Juga : KASUS KORUPSI JOGJA : Penyidikan Tiga Kasus Terancam Dihentikan)

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY Azwar membenarkan proses melengkapi berkas perkara memperlama waktu pelimpahan. Dijelaskannya, perbedaan persepsi yang terjadi lebih mengarah kepada hal teknis, misal apakah keterangan tersangka cukup menjadi bukti atau memerlukan bukti yang lain.

“Paling lambat akhir bulan ini seharusnya sudah bisa dilimpahkan ke Tipikor,” ujarnya, Kamis (15/10/2015).

Advertisement

Dia juga menegaskan tidak ada penambahan tersangka dalam kasus ini karena faktanya belum ada bukti yang mengarah ke penambahan tersangka. (Baca Juga : KORUPSI BANTUL BUMD DIY Terseret Dugaan Korupsi)

Sebelumnya, jaksa penyidik menambahkan pasal untuk menjerat Topan Satir untuk memperkuat dugaan. Semula, tersangka hanya dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No.31/1999 tentang Tipikor. Kini, tersangka juga dijerat dengan Pasal 8 UU yang sama tentang penggelapan. Pasalnya, UU tersebut menjelaskan tentang penggelapan yang dilakukan pegawai negeri, mengingat , PT AMI merupakan badan usaha milik pemerintah daerah (BUMD) yang operasionalnya dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kasus ini berawal pada 2010 ketia Pemda DIY memberikan modal kepada PT AMI sejumlah Rp10 miliar. Tersangka diduga menggunakan Rp2,6 miliar di luar peruntukannya. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat terdapat unsur kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar yang tidak bisa dipertanggungkawabkan karena tidak disertai bukti yang sah.

Advertisement

Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Zulkardiman mengatakan Kejati mencoba melengkapi alat bukti dan mengembangkan kasus yang sudah lima tahun mengendon di meja penyidik.

“Sampai saat ini baru satu tersangka, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau ada alat bukti baru bisa mengarah ke tersangka lain,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif