SOLOPOS.COM - Ilustrasi pergola di Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Kasus pergola Jogja untuk saksi tak ada yang mengetahui inisiator proyek.

Harianjogja.com, JOGJAJogja Corruption Watch (JCW) menilai keterangan para saksi dalam kasus dugaan korupsi pergola Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jogja janggal. Pasalnya tidak seorang saksi pun mengetahui inisiator proyek tersebut dipecah sehingga dapat diterapkan mekanisme penunjukkan.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat JCW Baharuddin Kamba mengatakan seharusnya saat pembahasan di dewan maupun di internal BLH Jogja ada notulensi rapat atau rekam proses pembahasan sehingga bisa diketahui pencetus mekanisme tersebut.

“Mustahil kalau tidak ada satu pun pihak yang tahu,” ujarnya, Kamis (1/10/2015).

Kamba juga mendukung permintaan Ketua Majelis Hakim yang memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau penyidik kejaksaan untuk melakukan proses hukum lanjutan kepada pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus proyek ini, terutama tujuh orang, selain terdakwa Hendrawan, yang memiliki CV atau badan usaha fiktif.

JCW, kata dia, mendorong para saksi untuk memberikan kesaksian secara jujur karena jika ada kesan menutupi dapat merugikan saksi karena ada sanksi ancaman hukuman pidananya.

Dalam sidang lanjutan beragendakan keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja, Rabu (30/9/2015), salah satu saksi Indiah Widiningsih selaku Kepala Bidang Keindahan BLH Jogja dicecar Ketua Majelis Hakim Barita Saragih pertanyaan seputar pencetus proyek Pergola yang dipecah sehingga tidak perlu lelang. Indiah tidak menjawab dengan jelas bahka mengungkapkan sebelumnya ada program serupa di Jalan Brigjen Katamso senilai Rp900 juta dengan penunjukkan langsung.

“Dan itu dinilai tidak ada masalah,” ujarnya.

Seperti yang diketahui, Kepala BLH Jogja Irfan Susilo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Suryadi, dan Hendrawan selaku rekanan, dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan pergola di Pengadilan Tipikor Jogja.

Berdasarkan surat dakwaan, kasus ini bermula dari anggaran proyek pergola yang ditangani BLH Jogja pada 2013 dengan pagu Rp4,4 miliar dialokasikan untuk pengadaan pergola di 26 kelurahan sebanyak 1.753 unit. Hendrawan selaku rekanan membagikan proyek tersebut ke lima orang temannya yang memiliki perusahaan agar memperoleh surat perintah kerja (SPK) ke BLH, mengingat Hendrawan tidak berbendera perusahaan. Hendrawan meminta bayaran kepada lima orang temannya Rp600 juta dan oleh kelima orang tersebut, pekerjaan proyek diserahkan kepada 26 perusahaan lainnya.

Akibat perbuatan ketiga terdakwa, negara dirugikan Rp1,2 miliar berdasarkan hasil audit Inspektorat Jogja pada awal 2014. Nominal tersebut berasal dari selisih antara harga kontrak dengan realisasi, denda keterlambaran, pengembalian kelebihan bayar, serta pembayaran denda keterlambatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya