SOLOPOS.COM - Salah seorang warga tengah melintas di area peruntukan kawasan industri, Dusun Banyakan II, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kamis (21/5/2015) siang. (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Kawasan industri Piyungan mempertimbangkan berbagai aspek.

Harianjogja.com, BANTUL-Direktur Yogyakarta Isti Parama (YIP), selaku pengelola Industri dan Pariwisata Piyungan, Eddy Margo Ghozali menjelaskan wilayah ini tak akan sama dengan kawasan industri di kota lain. Nantinya, kawasan industri itu akan dibangunnya dengan konsep terpadu dan berbasis masyarakat.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Oleh karena itulah, di dalam kawasan industri itu nantinya, pihaknya akan memberikan ruang kepada usaha peternakan, pertanian, dan perikanan milik masyarakat.

“Hanya saja, kami akan melaksanakannya secara terpadu. Tidak terpisah-pisah seperti sekarang ini,” katanya, Selasa (8/12/2015)

Sayangnya, hingga akhir tahun ini, pihak pemerintah desa (Pemdes) Srimulyo masih terkendala pembebasan sekitar 50 hektar lahannya. Selain masih adanya beberapa pemilik tanah pengarem-arem yang mempersoalkan prosedur pembebasan lahan, ditengarai, pihak Pemdes Srimulyo juga kesulitan mencari tanah kas desa yang bisa disewakan.

“Termasuk juga di antaranya adalah untuk akses jalan,” kata salah satu Anggota DPRD Bantul Amir Syarifuddin saat dihubungi terpisah.

Ia mengatakan, pihak Pemdes Srimulyo sempat mengeluhkan minimnya anggaran untuk pembebasan lahan guna pembangunan akses jalan tersebut. Dikatannya, untuk rencana pembangunan jalan itu, pihaknya sudah menganggarkan Rp5 miliar.

Sementara untuk teknis pembangunannya, pihaknya telah menyiapkan setidaknya dua skenario dan standar panjang jalan. Skenario pertama adalah menyiapkan akses jalan dengan panjang 750 meter dan lebar 24 meter. Sedangkan skenario kedua adalah membangun akses jalan dengan panjang 4,5 kilometer.

Salah satu pemilik tanah pengarem-arem, Suratman menilai, hingga kini pihak Pemdes Srimulyo belum memiliki itikad baik dalam melakukan pendekatan terhadap para eks pamong desa selaku pemilik tanah.

Seperti diberitakan, hubungan antara pemdes Srimulyo dan para eks pamong Desa Srimulyo memang sempat merenggang pasca persoalan pembebasan lahan milik mereka. Mereka menilai Pemdes Srimulyo bersikap arogan dalam mendapatkan kesediaan para pemilik tanah pengarem-arem tersebut. Pembayaran nilai Rp24 juta per hektar yang dipatok oleh investor, mereka nilai bermasalah.

“Buktinya, saat acara penetapan tadi saja, kami [eks pamong] sama sekali tak diundang,” katanya.

Meski begitu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal (Disperindagkop PM) Bantul Sulistyanta mengaku optimistis, target 100 hektar itu bisa tercapai akhir tahun ini.

Dari total target 100 hektar, sampai sejauh ini, ia mengaku lahan yang sudah dibebaskan memang baru mencapai 56 hektar. Meski tak menampik adany kesulitan dalam mencapai target 100 hektar itu, ia menegaskan, pihak pemdes Srimulyo tak akan memaksakan diri untuk mengambil lahan di perbukitan. “Karena selain berstatus Sultan Ground, area itu termasuk wilayah rawan bencana juga,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya