SOLOPOS.COM - Foto Kali Code. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Kawasan rawan bencana termasuk di kawasan padat penduduk

Harianjogja.com, JOGJA- Kepadatan penduduk ciptakan tantangan tersendiri bagi usaha mitigasi bencana. Sebagai kota yang berpengalaman dalam penanggulangan bencana, Jogja dicanangkan sebagai resilient city yaitu kota yang tangguh dalam menghadapi bencana.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Selain bencana yang terjadi karena perilaku alam, jumlah penduduk dan pemukiman yang padat menghasilkan tambahan permasalahan tersendiri.

“Sekarang perkampungan sudah penuh padat, apalagi yang di aliran sungai pasti berpotensi terkena bencana,” jelas Agus Winarto, Ketua Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBP) Kota Jogja dalam Workshop Penyusunan Roadmap Implementasi Kerangka Kerja Sendai Untuk PRB 2015-2030 di Hotel Phoenix, Senin (2/11/2015).

Makin maraknya pemukiman yang padat hingga ke bibir sungai menjadi contoh salah satu potensi bencana yang timbul akibat kepadatan penduduk. “Tiap tahun, pasti sungai-sungai di Jogja meluap dan minimal ada kerusakan infrastruktur,” kata Agus.

Tak hanya itu, ancaman longsor di pemukiman penduduk di bibir sungai juga mengintai di tiap musim penghujan. Agus juga menyebutkan bahwa salah satu area di bibir Sungai Winongo, Jogja memiliki kecuraman hingga 30 meter yang membuat area tersebut menjadi daerah rawan bencana.

Dengan adanya bencana karena permasalahan pemukiman yang padat, perlu
adanya kajian mengenai pentingnya kebijakan tata ruang. Raditya Jati, Kepala Sub Deputi (Kasubdit) Pencegahan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan perlu dilihat bagaimana tata ruang terbentur zona-zona penyangga pola-pola struktural dan strategi apa yang bisa dipraktikkan dalam pencegahan bencana.

Meski demikian, hingga kini pemerintah Kota Jogja belum memiliki rencana tata ruang kota yang didasari oleh peta rawan bencana.

“Rencananya saat revisi tata ruang kota oleh Bappeda [Badan Perencanaan Pembangunan Daerah] akan kami dorong agar pertimbangan daerah rawan bencana bisa dimasukkan,” ujar Agus.

Ia juga menambahkan bahwa diharapkan tiap pemerintah kota di Indonesia memasukkan unsur pertimbangan rawan bencana dalam tata ruangnya. “Sebagai negara kepulauan, semua area di Indonesia adalah kawasan yang multi hazard,”
tambah Agus.

Raditya mengakui rekayasa tata ruang akan menjadi hal yang sulit untuk dipraktekkan. “Meski sulit tapi kita bisa melakukan rekayasa sosial, fisik, ataupun engineering,” katanya.

Salah satu rekonstruksi sosial yang telah berhasil diterapkan adalah di tengah masyarakat bantaran Kali Code.

“Jika sebelumnya rumahnya membelakangi sungai dan buang sampah di sana, sekarang rumahnya menghadap sungai semua,” tambahnya.

Agus juga menyatakan bahwa meski tata ruang kota adalah satu faktor penting dalam mitigasi bencana, tapi masyarakat diharapkan agar bisa hidup harmonis dengan lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya