Jogja
Kamis, 10 September 2015 - 22:20 WIB

KEBAKARAN DI BANTUL : Anak-anak SD Dilatih Tanggap Darurat Kebakaran

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa SD Bakalan saat mengikuti acara simulasi tanggap bencana dalam rangka Hari Olahraga Nasional di lapangan dusun Bakalan, Desa Pendowoharjo, Sewon, Rabu (9/9/2015) pagi. (Harian Jogja-Arief Junianto)

Kebakaran di Bantul diantisipasi salah satunya dengan memberikan pelatihan pada anak SD

Harianjogja.com, BANTUL– Menyiapkan masyarakat tanggap bencana tak bisa begitu saja. Karakter tanggap bencana memang harus dipupuk sejak usia dini. Seperti yang dilakoni ratusan bocah-bocah SD Bakalan ini. Hal apakah yang mereka lakukan, berikut laporan wartawan Harian Jogja Arief Junianto

Advertisement

Raung sirine mobil pemadam kebakaran semakin nyaring terdengar. Ratusan bocah sontak terkejut. Satu sama lain, mereka saling bertanya, dimanakah gerangan ada kebakaran. Ternyata sama sekali tak ada kebakaran.

Semakin perlahan, mobil itu merangkak memasuki mulut gapura Dusun Bakalan, Desa Pendowoharjo, Sewon, Rabu (9/9/2015). Bukan hendak memadamkan api yang melalap rumah ataupun lahan, kehadiran pemadam kebakaran pagi itu hanya dalam rangka sosialisasi siaga bencana.

Advertisement

Semakin perlahan, mobil itu merangkak memasuki mulut gapura Dusun Bakalan, Desa Pendowoharjo, Sewon, Rabu (9/9/2015). Bukan hendak memadamkan api yang melalap rumah ataupun lahan, kehadiran pemadam kebakaran pagi itu hanya dalam rangka sosialisasi siaga bencana.

Jika biasanya sosialisasi ini diberikan kepada orang dewasa, kali ini justru bocah-bocahlah yang menjadi sasarannya. Jelas bukan tanpa alasan, bukan pula sekadar sensasi belaka, sosialisasi itu diharapkan bisa menanamkan kebiasaan siaga bencana sejak usia dini.

“Biar terekam di memori mereka kebiasaan tanggap bencana,” kata Yohanes Widiyatmoko, Komandan Pemadam Kebakaran Bantul.

Advertisement

Dengan sabar, Yohanes memberikan arahan kepada 321 bocah yang berasal dari kelas I-VI SD Bakalan itu. Mereka yang sebelumnya asyik melongok-longok ke arah mobil pemadam kebakaran, kini beralih pada api yang berkobar dari dalam tong tersebut.

Tanpa rasa takut sedikit pun, bocah-bocah itu berebut mempraktekkan arahan dari petugas untuk memadamkan api di tong itu. Mulai dari dengan memakai kain basah, Alat Pemadam Api Ringan (APAR), hingga slang air dari mobil pemadam mereka manfaatkan untuk memadamkan api.

Sesi yang paling menarik adalah ketika bocah-bocah itu diberikan tugas untuk memadamkan api dari tumpukan kayu hanya dengan menggunakan alat-alat seadanya. Sebatang bambu dan beberapa ranting berdaun harus mereka pakai untuk memadamkannya.

Advertisement

Tak sembarang tentunya. Petugas pemadam kebakaran telah memberikan arahan sebelumnya. “Dengan cara memukulkan ranting ini ke api. Tapi sebelumnya sumber api harus diurai dulu dengan memakai batang bambu ya,” teriak Yohannes kepada bocah-bocah itu.

Sesi terakhir, tak kalah serunya, adalah ketika bocah-bocah itu dengan antusiasnya menyemprotkan slang ke arah sumber api. Selang panjang itu menegang ketika air mulai dialirkan dari kran yang ada di mobil pemadam. Setidaknya 5-10 anak harus berusaha memegang slang itu. Tak ada candaan. Wajah-wajah bocah mereka pun ikut menegang.

Merasakan slang mulai menegang, tangan mungil mereka pun kian erat mencengkeramnya. Kuda-kuda pun mereka pasang sesuai arah petugas pemadam kebakaran. Spontan ujung slang mereka arahkan ke arah sumber api. “Wah, genine durung mati kuwi [wah, belum mati itu apinya],” teriak salah satu bocah itu kegirangan.

Advertisement

Memberikan pengarahan kepada anak-anak jelas bukan tanpa alasan. Bagi Yohannes, pembekalan kesiapsiagaan bencana sejak usia dini sangat penting  untuk membentuk karakter masyarakat tanggap bencana.

Menurutnya, sejak usia dini, anak-anak harus disadarkan bahwa mereka hidup di tengah lingkungan yang sangat rawan bencana alam. Itulah sebabnya, sebagai calon bagian dari masyarakat, dalam jiwa mereka harus ditanamkan semangat tanggap bencana. “Semakin sigap masyarakat menghadapi bencana, semakin kecil juga tingkat kerugiannya.”

Begitu juga bagi Kepala Sekolah SD Bakalan Jaswabimantoro. Upaya mensosialisasikan tanggap bencana kepada para siswanya juga bukan tanpa sebab. Terlebih, acara itu digelarnya bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional (Haornas).

Berbeda dengan sekolah lainnya yang memperingati Haornas dengan cara menggelar acara-acara yang berkaitan dengan olahraga, ia memang sengaja sama sekali tak menggelar acara yang sama sekali tak ada kaitannya dengan olahraga.

“Kami selalu menggelar acara yang beda. Tahun lalu saja, kami memperingati Haornas dengan tema bela negara. Tahun ini dengan tanggap bencana,” ujarnya.

Gencarnya pemberitaan mengenai bencana, khususnya kebakaran membuatnya merasa perlu untuk menanamkan semangat tanggap bencana kepada para bocah itu. Menurutnya, tak ada yang salah jika siswa-siswanya diajarkan bagaimana menghadapi sebuah bencana alam, baik itu yang timbul karena alam maupun kesalahan manusia sendiri. “Jadi biar mereka tidak panik kalau menghadapi bencana,” katanya.

Sebenarnya, tak hanya melalui kegiatan simulasi macam itu saja ia menanamkan semangat tanggap bencana. Di beberapa pelajaran, ia sudah menginstruksikan kepada pengajar untuk menyisipkan anjuran dan pembekalan siswa terhadap bencana alam. Dengan begitu, simulasi macam itu bisa menjadi ajang pengayaan siswa saja atas apa yang ia dapatkan dari kelas.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif