SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembeli di toko modern. (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

DPRD sudah sepakat dengan spirit melindungi eksistensi pasar tradisional.

Harianjogja.com, JOGJA-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantul, mempertanyakan gagasan pihak eksekutif terkait pemberlakuan zona bebas toko modern pada batas seribu meter di luar Ring Road.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Anggota Panitia Khusus (Pansus) II, DPRD Bantul, Setiya mengaku mempertanyakan gagasan yang muncul dalam pembahasan Revisi Peraturan Daerah No.12/2012 tentang Pengelolaan Pasar, yang berlangsung Kamis (12/1). Namun dirinya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan untuk menyetujui usulan pemberlakuan zona bebas yang dimaksud oleh pihak eksekutif.

Menurut dia, Pansus II yang melakukan pembahasan revisi perda tersebut sudah dimulai sejak 2016, namun hingga awal 2017 belum ada kesepakatan antara DPRD dan eksekutif sehingga ada perpanjangan waktu.

Setiya yang juga Wakil Ketua Komisi B DPRD Bantul ini mengatakan, sebelumnya DPRD sudah sepakat dengan spirit melindungi eksistensi pasar tradisional dengan membatasi ruang gerak pengusaha berjejaring hanya di wilayah Bantul di dalam Ring Road saja.

“Kemudian kami akan memberikan ruang yang lebih besar kepada pengusaha lokal yang tergabung dalam ATMB (asosiasi toko modern Bantul) untuk menjalankan usaha toko kelontong, mini market hingga supermarket,” kata Setiya, Kamis, (12/1).

Dia mengatakan, untuk mewujudkan semangat itu, Pansus meminta data yang memadai karena yang dibebaskan itu tetap akan dibatasi jumlahnya, entah dengan rasio penduduk atau indikator lain. Namun data yang diminta belum didapat, pihak eksekutif sudah mengusulkan perluasan. “Ini kan tidak konsisten dengan semangat pro-pasar tradisional dan pro-pelaku usaha lokal,” tambahnya.

Menurut dia, setiap kebijakan semestinya disasarkan pada konstruksi pemikiran yang bisa dipertanggungjawabkan secara rasional kepada publik, terlebih kebijakan yang menyangkut sektor yang sangat strategis bagi rakyat Bantul.

“Misalnya berapa sesungguhnya data penduduk, sebaran dan kebiasaan belanja dan sebagainya. Sehingga kita bisa temukan sebenarnya butuh sekian toko swalayan juga sekian pasar tradisional,” katanya.

Setiya mengasumsikan jika sebagian rakyat Bantul belanja di kota Yogyakarta, maka area dalam ring road sudah cukup untuk menjawab asumsi itu, sementara area luar itu dibiarkan menjadi area pengusaha lokal.

“Entah itu yang bergabung dalam ATMB atau bukan. Karena mereka sudah bisa melakukan teknologi dan manajemen sesuai yang dilakukan toko berjejaring, bedanya bab modal yang terbatas. Dan disitulah mestinya pemda memberi keperpihakan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya