Jogja
Sabtu, 31 Desember 2016 - 02:40 WIB

KEBIJAKAN PEMKOT JOGJA : Raperda Disabilitas Kembali Tertunda

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ILUSTRASI (JIBI/Dok)

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas gagal disahkan tahun ini

Harianjogja.com, JOGJA-Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas gagal disahkan tahun ini dengan alasan eksekutif dan legislatif masih fokus pada penataan pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan APBD 2017.

Advertisement

“Pembahasan akan kami lanjutkan pada pertengahan Januari karena tim eksekutif minta izin konsentrasi dulu penataan OPD dan APBD,” kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Muhammad Fauzan, Jumat (30/12/2016).

Fauzan mengatakan Pansus baru menerima naskah akademik. Naskah atau draf tersebut sudah dilengkapi dengn masukan dari berbagai stakeholder dan sudah memenuhi syarat untuk dibahas. Namun, menurut salah satu anggota Pansus Raperda tersebut belum pernah dirapatkan.

Sebelumnya sejumlah organisasi yang peduli penyandang disabilitas Kota Jogja sempat menggeruduk dewan dan mendesak agar Raperda Penyandang Disabilitas segera diselesaikan pada awal November lalu. Saat itu, Pansus beralasan ada perubahan undang-undang sehingga harus merubah semua materi dalam draf raperda.

Advertisement

Draf raperda sebelumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 4/1997. Kemudian keluar Undang-undang Nomor 8/2016 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas.

Wakil Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Kota Jogja, Nurul Sa’adah Andriani kecewa dengan sikap pansus yang tidak serius membuat regulasi untuk melindungi penyandang disabilitas. Padahal, pihaknya sudah sering memberi masukan dalam draf raperda. “Raperda itu sangat penting bagi penyandang disabilitas,” kata dia.

Salah satunya, kata Andriani, adalah soal kewenangan penyelenggaraan pendidikan inklusi yang terkesan setengah-setengah. Pemerintah Kota tidak bisa mengangkat guru bantu khusus (GBK) dengan alasan kewenangan mengangkat GBK ada di provinsi. Padahal GBK sangat dibutuhkan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif