SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Belasan Dukuh yang tergabung dalam Paguyuban Dukuh (Pandu) Kabupaten Bantul secara bergantian mencukur habis rambut mereka sebagai ungkapan kegembiraan atas pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna yang baru saja mereka saksikan melalui siaran televisi di sekretariat Pandu di Dusun Pacar, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Kamis (30/8). Mekanisme pengisian jabatan Gubernur DIY bersasal dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sementara Wakil Gubernur DIY bersumber dari Kadipaten Pakualam.

Keistimewaan DIY berjalan selama 2,5 tahun tetapi banyak warga yang menyatakan ketidakpuasan.

Harianjogja.com, JOGJA-Berdasarkan riset yang dilakukan Jurusan Ilmu Pemerintahan (IP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), diketahui masyarakat Jogja kurang puas dengan pelaksanaan keistimewaan DIY, terutama dalam penggunaan dana keistimewaan. Sebab dana dianggap lebih banyak digunakan untuk acara budaya bersifat insidental yang tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat DIY.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Bedasarkan data 400 responden dari lima kabupaten kota, ditemukan bahwa hanya 32% responden yang mengetahui penggunaan dana keistimewaan dan kurang dari 50% responden yang yakin bahwa dana keistimewaan mampu mempercepat pembangunan di DIY.

“Data ini memberi gambaran kinerja SKPD dalam mensosialisasikan dana keistimewaan masih kurang optimal. Selain itu juga capaian pemerintah dalam pembangunan yang belum sesuai harapan masyarakat,” jelas peneliti IP UMY, Ane Permatasari, yang meneliti tentang Evaluasi Pelaksanaan Keistimewaan DIY, dalam diskusi awal tahun UMY di ruang sidang AR. Fakhrudin A, Sabtu (31/1/2015).

Pihaknya juga menunjukkan angka 58% responden yakin adanya keistimewaan akan memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat, dinilai masih rendah meskipun relevan dengan penurunan angka kemiskinan DIY pada triwulan pertama dan ketiga tahun 2014. Kendati demikian, dukungan masyarakat terhadap Sri Sultan Hamengku Buwono ke X sebagai gubernur masih mendudukuki angka yang tinggi, yakni 91%.

Menanggapi hasil evaluasi dan monitoring dari IP UMY itu, pengamat hukum sekaligus mantan DPRD DIY, Istiana Zaenal Asikin, menegaskan Undang-Undang Keistimewaan (UUK) belum berdampak pada kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat. Menurut dia, tujuan dengan substansi lima kewenangan yakni
tata cara penetapan, kelembagaan, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang, belum sinkron.

“Lima kewenangan ini kalo dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat susah disambungkan. Kalau menenteramkan sih iya,” kata Istiana.

Sedangkan untuk danais, pihaknya berpendapat, faktor yang mengakibatkan masyarakat belum memahami danais adalah aturan tentang mendapatkan dan mengelola dana yang terlalu rumit.

“Faktor lain juga keterlambatan pencairan danais, sosialisasi tidak maksimal, dan Pemda DIY saat merumuskan UU untuk dibawa ke Jakarta tidak melibatkan DPRD,” katanya kepada wartawan sebelum seminar.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas yang turut hadir dalam seminar tersebut mengatakan bahwa para peneliti maupun akademisi seharusnya juga melibatkan para stakeholder lain seperti SKPD dan DPRD.

“Kalau ada monitoring, ada evaluasi UU Keistimewaan seperti ini, jangan hanya meminta tanggapan masyarakat tetapi juga DPRD dan SKPD. Tolong cari masukan sebaiknya,” kata GKR Hemas.

Menurut Hemas proses persiapan pembuataan UUKY termasuk bentuk partisipasi DPRD dan SKPD juga menjadi pertimbangan untuk melakukan monitoring pelaksaan UUK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya